Perjalanan ke timur III

 Perjalanan Mengungkap Alam dan Makna: Dari Nusa Penida ke Kuta


Dari Nusa Penida Menuju Sumba - Filosofi, Misteri, dan Keindahan Alam

Hari keempat petualanganku diawali di Pulau Nusa Penida, Bali. Mengawali langkah perjalanan panjang dari Semarang menuju Pulau Sumba dan beberapa titik lainnya, aku akhirnya sampai di Bali, tempatku beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan ke Waingapu. Ini adalah hari ketigaku di Bali yang selalu menjadi impian. Sebelumnya, aku sudah berkeliling menikmati setiap sudut Nusa Penida, dan hari ini, rencanaku adalah menyeberang kembali ke Pulau Bali, kemudian membeli tiket pesawat menuju Waingapu, dan tentu saja menikmati suasana Bali sebelum berangkat menuju Sumba.

Pagi itu aku bangun pukul 06.00 pagi, merasakan udara segar Nusa Penida yang sejuk. Langit masih berwarna kelabu, tetapi aku tahu, hari ini akan penuh dengan petualangan. Aku membuka pintu kamar, menghirup udara pagi yang segar, dan berjalan menuju kolam renang kecil yang ada di depan penginapan. Berenang sejenak untuk melepaskan kantuk, sambil memandang ke arah penginapan yang tenang. Ada sesuatu tentang pagi-pagi di tempat baru yang membuatku merasa hidup.
Nusa Penida

Dengan secangkir kopi Bali yang kental di tangan, aku duduk menikmati ketenangan ini. "Sebuah perjalanan seribu mil dimulai dengan langkah pertama," pikirku, mengingat kata-kata Confucius yang selalu menginspirasi dalam setiap langkah petualanganku. Di Bali, aku merasa lebih dekat dengan makna kehidupan, lebih terhubung dengan alam dan diriku sendiri. Keindahan alam Bali memberi ruang untuk merenung, dan di sini aku merasa bahwa perjalanan ini bukan sekadar berkeliling, tetapi lebih kepada pencarian makna yang lebih dalam dalam kehidupan.

Setelah menikmati kopi yang menghangatkan tubuh, aku melanjutkan aktivitas pagi dengan merapikan barang-barang ke ranselku dan check-out dari penginapan. Dengan motor sewaan, aku mulai menyusuri jalanan Nusa Penida, merasakan angin yang berhembus kencang dari arah laut. Di sepanjang jalan, pantai-pantai indah memanjakan mata, dengan pasir putihnya yang berkilau dan air laut biru yang jernih.
Kelingking Beach

Aku berhenti di pasar tradisional untuk membeli nasi jinggo, makanan khas Bali yang terkenal enak dan mengenyangkan. Hanya dengan Rp. 5.000, aku sudah bisa menikmati seporsi nasi jinggo lengkap dengan lauk yang beragam. Sederhana, namun rasanya luar biasa. "Kehidupan itu sederhana. Kebahagiaan tidak selalu datang dari hal besar, tetapi dari hal-hal kecil yang kita nikmati," pikirku sambil melahap nasi jinggo dan menikmati Pie Susu khas Bali yang sudah kubeli sebelumnya.

Aku melanjutkan perjalanan menuju Broken Beach dan Angel's Billabong (lho ga salah? enggak lo.. aku kembali ke broken beacj dan angel's billabong lagi, dikarenakan waktu jam penyebarangan Fast Boat masih luang, dan aku mau menghabisakn waktu dengan mengunjungi kembali tempat wisata ini), dua tempat yang sangat terkenal di Nusa Penida. Ketika aku sampai di Broken Beach (lihat disini), aku disambut dengan pemandangan yang luar biasa—tebing-tebing tinggi yang mengelilingi laut biru dengan batu besar yang berlubang di tengahnya. Ombak besar datang menghantam karang, menciptakan suara gemuruh yang begitu keras. Aku merasa sangat kecil di hadapan kekuatan alam ini, namun di saat yang sama, ada rasa kedamaian yang mendalam. "Manusia bukanlah pencipta alam, tetapi bagian darinya," pikirku, mengingat kata-kata Albert Einstein. Ia pernah berkata, "Kami tidak bisa memecahkan masalah kita dengan cara berpikir yang sama seperti ketika kita menciptakannya." Dan mungkin, perjalanan ini adalah caraku untuk melihat dunia dengan cara yang baru, lebih terbuka dan lebih bersyukur.

Dermaga Nusa Penida
Dari Broken Beach, aku melanjutkan perjalanan menuju Angel's Billabong (lihat disini), tempat yang tak kalah menakjubkan. Di sini, air laut yang jernih terperangkap di antara karang, membentuk sebuah laguna alami yang sangat mempesona. Begitu tenang dan damai. Ada sesuatu yang mengundang rasa ingin tahu, seolah tempat ini memiliki cerita yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Saat berdiri di pinggir laguna, aku merasa seperti diajak untuk lebih banyak mendengarkan dan merasakan. Alam seolah berbicara dalam bahasa yang lebih dalam—tentang waktu, tentang hidup, dan tentang keberadaan kita sebagai bagian kecil dari alam semesta yang luas ini. Teringat pada Mazmur 46:10, "Diamlah dan ketahuilah bahwa Aku adalah Tuhan." Alam ini berbicara, tetapi tidak dengan kata-kata—melainkan dengan ketenangan yang bisa kita rasakan jika kita mau mendengarkan dengan hati.

Aku merenung, berpikir tentang perjalanan ini. Terkadang kita sibuk mencari makna hidup, tetapi kita lupa bahwa alam ini sudah memberi jawabannya. Seperti ombak yang tak pernah berhenti menghantam karang, kita juga harus terus maju meskipun menghadapi tantangan hidup. Seperti yang dikatakan Albert Einstein, "Dua hal yang tak terbatas: alam semesta dan kebodohan manusia." Mungkin kita takkan pernah benar-benar mengerti segalanya, namun alam ini mengajarkan kita untuk tetap rendah hati dan menerima kehidupan apa adanya.

Setelah puas berkeliling Broken Beach dan Angel's Billabong, aku melanjutkan perjalanan ke Kelingking Beach juga (lihat disini). Meskipun tempat ini terkenal dengan pemandangan indah dari atas bukit, kali ini aku memilih untuk tidak turun ke pantai. Aku hanya ingin menikmati pemandangan dari atas, memandangi lautan luas yang membentang di bawah sana. Kelingking Beach adalah tempat yang selalu membuatku terpesona, dan kali ini aku merasa ini adalah perpisahan yang indah dengan Nusa Penida. "Keindahan itu memang luar biasa, tetapi terkadang kita harus tahu kapan untuk melepaskan," pikirku, sambil mengabadikan momen ini dalam foto.

Setelah puas menikmati Kelingking Beach, aku menuju pelabuhan Nusa Penida untuk menyeberang kembali ke Pulau Bali. Waktunya untuk melanjutkan perjalanan ke pulau Bali. Sesampainya di pelabuhan, aku menyerahkan motor sewaan dan bersiap untuk menaiki fast boat yang akan membawaku ke Sanur, Bali. Jam menunjukkan pukul 13:30, dan aku pun berangkat menuju Bali dengan perasaan campur aduk—senang karena perjalanan masih panjang, tetapi juga sedikit sedih karena harus meninggalkan Nusa Penida.

Menikmati Bali: Sunset di Kuta dan Jalan Legian

Sunset di Kuta
Setibanya di Sanur (lihat disini), aku melanjutkan perjalanan menuju Kuta, tempat penginapanku di sana. Penginapan ini cukup sederhana, cocok untuk backpacker seperti diriku yang ingin menghemat biaya perjalanan. Setelah check-in, aku langsung menuju Pantai Kuta (lihat disini) untuk menikmati sunset. Pantai Kuta memang selalu punya daya tarik tersendiri. Suasananya yang ramai dengan wisatawan, namun tetap ada ketenangan yang bisa dirasakan saat kita duduk di pasir, menunggu matahari terbenam. Langit berubah menjadi oranye, merah, dan ungu, menciptakan pemandangan yang sangat mempesona. Aku teringat pada kata-kata Kahlil Gibran, "Keindahan adalah ketenangan, dan ketenangan itu adalah kebebasan." Saat itu, aku merasakan kebebasan yang luar biasa, seolah dunia ini berhenti sejenak dan memberi ruang untuk menikmati keindahan yang ada.

Setelah menikmati sunset, aku melanjutkan perjalanan menuju Jalan Legian. Di sini, aku berjalan menyusuri jalanan yang penuh dengan kafe dan hiburan malam. Namun, aku juga ingin mengunjungi lokasi yang bersejarah bagi Bali: tempat terjadinya tragedi bom Bali tahun 2002 (lihat disini). Momen tersebut membawa kembali kenangan yang dalam, dan aku berhenti sejenak untuk merenung. "Hidup memang penuh misteri, dan kadang kita harus melewati kegelapan untuk bisa melihat cahaya," pikirku. Tragedi itu mengingatkan kita bahwa hidup ini sangat berharga, dan kita harus menjalaninya dengan penuh kedamaian dan kasih.

Monumen Legian

Setelah menikmati waktu di Jalan Legian, aku kembali ke penginapan untuk beristirahat. Petualangan kali ini memberikan banyak pelajaran—tentang keindahan alam, tentang hidup, dan tentang bagaimana kita harus meresapi setiap momen yang ada. Besok, aku akan melanjutkan perjalanan untuk mencari tiket pesawat ke Waingapu. Namun malam ini, aku memilih untuk beristirahat dan merenung. Seperti kata J.R.R. Tolkien, "Not all those who wander are lost." Setiap langkah dalam perjalanan ini adalah bagian dari cerita yang lebih besar, dan aku siap untuk melanjutkan bab selanjutnya.

"Dia yang berjalan dengan hikmat akan menikmati kedamaian, dan kedamaian itu adalah hadiah yang paling indah." - Amsal 3:17

Lihat Part Sebelumya :

Part I disini.
Part II disini.
Part III disini
Part IV disini

0 komentar :

Posting Komentar