Perjalanan ke timur II

 Petualangan Menantang di Nusa Penida: Antara Filosofi, Misteri, dan Keindahan Alam


"Sahabat sejati adalah mereka yang bersama kita saat kita membutuhkan, seperti halnya alam yang selalu memberikan apa yang kita butuhkan." – Ralph Waldo Emerson

Hari ketiga dalam perjalanan touring dari Sumba membawa aku menuju ke Pulau Nusa Penida, Bali. Pagi itu, aku bangun dengan semangat baru. Di balkon penginapan di Mertasari Bungalows (lihat disini), secangkir kopi panas menanti. Aku duduk santai, membiarkan aroma kopi menguap dan membaur dengan angin sejuk yang datang dari laut. Matahari baru saja terbit, memberi warna keemasan di langit. Tak ada yang lebih menyenangkan selain menikmati alam dengan secangkir kopi.

Berbicara tentang kehidupan, aku teringat sebuah pepatah dari Lao Tzu: "Alam tidak terburu-buru, namun segalanya tercapai." Begitu juga dalam perjalanan ini, meskipun kami terburu-buru mengunjungi banyak tempat, aku merasakan kedamaian yang dalam dalam setiap hembusan angin laut yang menerpa wajahku. Alam mengajarkan kita untuk menikmati momen-momen kecil yang sering terlewatkan.

Setelah puas menikmati kopi dan berenang di kolam renang yang terletak tepat di depan kamar, aku melanjutkan perjalanan menuju Diamond Beach. Pantai ini terletak di bagian timur Nusa Penida dan dikenal dengan keindahan alamnya yang menakjubkan. Diamond Beach berasal dari nama batu besar berbentuk berlian yang ada di pantai ini. Legenda setempat menyebutkan bahwa pantai ini dulu digunakan oleh masyarakat setempat sebagai tempat upacara pemujaan.

Misteri Keindahan Alam: Cerita tentang Diamond Beach

Sebelum benar-benar sampai ke pantai, aku memutuskan untuk berhenti sejenak dan menikmati nasi kawit (lihat disini), makanan khas Bali yang terkenal. Nasi kawit adalah nasi yang dihidangkan dengan lauk berupa ayam, ikan, dan sambal khas Bali. Rasanya luar biasa, memadukan pedas dan gurih yang begitu memanjakan lidah.

Diamond Beach

Setelah perut kenyang, aku melanjutkan perjalan menuju Diamond Beach (lihat disini) dengan menyusuri jalanan yang halus dan menikmati hembusan angin laut yang menyegarkan disepanjang jalan di bagian timur Pulau Nusa Penida. Namun,setelan perjalanan dilanjutkan sampai parkiran Diamond Beach, diatas pelataran ini, dari sinilah tempat di mana aku harus menuruni ratusan anak tangga yang terjal. Aku menarik napas dalam-dalam, dan berkata pada diriku sendiri, "Apa pun yang datang, hadapi dengan senyuman." Seperti yang dikatakan oleh Albert Einstein: "Hidup ini seperti mengendarai sepeda. Untuk menjaga keseimbangan, kamu harus terus bergerak."

Eksistensi dalam Setiap Langkah: Menantang Diri Sendiri

Ketika aku sampai di bawah, pemandangannya sungguh luar biasa. Laut biru yang tenang, dengan pasir putih yang bersih, menciptakan harmoni yang sempurna. Namun, saat saatnya untuk kembali ke atas, tantangan sesungguhnya dimulai. Tangga yang terjal dan bebatuan kapur memaksa aku untuk melangkah perlahan. Setelah beberapa kali berhenti untuk beristirahat, aku akhirnya mencapai puncak, merasakan rasa pencapaian yang luar biasa.

Turun kebawah

"Dalam perjalanan hidup, ada kalanya kita harus menuruni jalan yang terjal untuk bisa menikmati pemandangan indah di puncaknya." – Unknown

Setelah menikmati pemandangan dari ketinggian, aku melanjutkan perjalanan menuju Atuh Beach (lihat disini) yang terletak tidak jauh dari Diamond Beach. Untuk sampai ke sana, aku harus turun lagi melewati anak tangga bebatuan yang cukup curam. Sesampainya di Atuh Beach, aku merasa seperti berada di tempat yang sangat jauh dari keramaian. Alam yang tenang, suara ombak yang berdebur, dan angin laut yang sejuk memberikan kedamaian yang begitu mendalam. Saat itu, aku teringat pada ayat Alkitab yang berkata, "Tuhan adalah tempat perlindunganku dan kekuatanku, pertolongan dalam kesesakan sangat terbukti." (Mazmur 46:1).

Namun, sejenak aku juga bisa menikmati sedikit humor dalam perjalanan ini. "Kenapa ya, tangga ini sepertinya lebih banyak daripada jumlah langkah yang kuambil? Apakah ini tanda-tanda dari alam bahwa aku harus lebih sabar?" pikirku, tertawa dalam hati.

Rumah Pohon Molenteng

Setelah beristirahat, aku melanjutkan perjalanan ke Rumah Pohon Molenteng, sebuah tempat yang cukup terkenal di Nusa Penida. Rumah pohon ini terletak di tepi tebing, memberikan pemandangan laut lepas yang spektakuler. Namun, untuk sampai ke sana, aku harus menuruni lagi ratusan anak tangga yang menantang. Di setiap langkahku, aku teringat akan kata-kata bijak dari Mahatma Gandhi: "Perjalanan seribu mil dimulai dengan satu langkah."

Dari Molenteng 

Meskipun melelahkan, pemandangan dari bawah benar-benar membuat semuanya terasa sebanding. Beberapa rumah pohon di sini menjadi spot foto yang sangat populer. Terpaksa harus bergantian dengan pengunjung lain, aku merasa seperti bagian dari suatu komunitas yang saling berbagi kebahagiaan melalui keindahan alam.

Setelah menikmati Rumah Pohon Molenteng dan laut lepas, aku melanjutkan perjalanan menuju Manta Cliff (lihat disini). dengan kembali menaiki ratusan anak tangga yang terjal dan sinar matahari yang menyengat, saat-saat itulah momen yang menguras tenaga, emosi dan fikiran. jengan menaiki tangga satu persatu dan menjaga nafas agar tidak berhenti, sesekali aku beristirahat dan berfoto sambil menikmati laut lepas. kemudain dari area parkir motor aku melanjutkan perjlanan menuju Manta Cliff. Tempat ini dikenal dengan pemandangannya yang luar biasa dan merupakan lokasi yang sangat baik untuk melihat ikan manta yang berenang di lautan. Sayangnya, hari itu aku tidak beruntung melihat ikan manta, tetapi aku tetap menikmati pemandangan laut yang lepas.

Manta Cliff

Manta Cliff sendiri merupakan sebuah tebing tinggi yang menawarkan pemandangan luas ke arah laut lepas. Di sinilah aku bisa merasakan betapa kecilnya diri ini dibandingkan dengan kekuatan alam yang begitu besar. menjadi sebuah catatan karena sedkitnya orang yang berkunjung ke tempat ini dikarenakan tempat ini masih kurang populer, dan akses jalan menuju lokasi ini sangat jelek, dibagian jalannya banyak jalan yang terkelupas dan berlubang.

Akhirnya, perjalanan hari ini selesai. Kaki memang pegal, namun kenyamanan penginapan Mertasari Bungalows (lihat disini) menyambutku dengan hangat. Kolam renang yang ada di sana benar-benar membantu untuk meregangkan otot-otot yang lelah setelah melewati ratusan tangga. Seperti kata-kata dari Confucius: "Perjalanan seribu mil lebih mudah jika kita menikmati setiap langkahnya."

Malam itu, aku merenung, mengingat setiap langkah dan pengalaman yang telah kulalui. Walaupun perjalanan ini melelahkan, namun setiap tantangan yang aku hadapi memberikan pelajaran dan pengalaman hidup yang tak ternilai.

Lihat Part Sebelumya :

Part I disini.
Part II disini.

0 komentar :

Posting Komentar