Perjalanan ke timur XVII

Mengayuh Langkah di Lautan: Petualangan dari Labuan Bajo ke Surabaya


Pagi itu, setelah melewati malam yang penuh dengan penantian tanpa henti di pelabuhan Marina Waterfront (lihat lokasi disini), akhirnya, matahari mulai menyinari Labuan Bajo. Hari ketiga saya di kota kecil yang indah ini, dan hari ke-18 dari perjalanan panjang saya menjelajahi Timur Indonesia. Sambil duduk di dermaga, memandangi kapal-kapal yang berlabuh, saya merasa campuran antara kelelahan dan kegembiraan. “Ini dia, petualangan besar yang berikutnya,” gumam saya dalam hati. Labuan Bajo akan segera saya tinggalkan, dan saya siap melanjutkan perjalanan menuju Surabaya, meski tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Sejak semalam, saya sudah berada di pelabuhan, menunggu kapal besar yang akan membawa saya dan motor kesayangan menuju Surabaya. Tapi, seperti biasanya, pelabuhan selalu penuh dengan ketidakpastian. Kapal yang dijadwalkan datang tepat waktu, tetap tak kunjung tiba. Sembari duduk menunggu, saya melihat sekeliling. Pemandangan indah pagi itu mulai terasa kontras dengan rasa kantuk yang semakin menguasai tubuh saya. Laut yang tenang, udara yang segar, dan langit biru tak mampu mengusir rasa lelah yang saya rasakan.

“Hey, kapan datangnya nih?” saya bertanya pada seorang petugas pelabuhan yang sedang sibuk dengan pekerjaannya. Dia hanya menggelengkan kepala dan tersenyum. “Tunggu saja, kadang memang begitu. Tak ada yang pasti di sini,” jawabnya santai. Saya hanya bisa tertawa kecut. Ah, inilah yang disebut petualangan!

Sekitar pukul 7 pagi, kapal itu akhirnya datang. Suara mesin kapal yang mengguntur mengisi udara pagi yang tenang. Semua penumpang mulai bergerak, bersiap untuk naik. Saya menyusuri dermaga, dengan motor di tangan, dan mencari jalan untuk masuk ke kapal. “Jangan terlalu cepat, bro! Kasihan motornya nanti jatuh!” teriak seorang bapak yang terlihat lebih berpengalaman, mengingatkan saya yang agak terburu-buru. Saya hanya tersenyum, “Iya, Pak, terima kasih sudah mengingatkan.”

Menunggu kapal

Kapal mulai bersandar, dan proses bongkar muat pun dimulai. Saya, yang sudah tidak sabar, ikut bergegas menaiki kapal bersama beberapa penumpang lain. Dengan hati-hati, saya membawa motor saya melewati ramp door dan memarkirnya di lambung kapal. "Sabar ya, motorku, kita akan berlayar ke tempat yang lebih jauh lagi," pikir saya, sambil melihat sekeliling. Pemandangan pelabuhan yang semakin sibuk membuat suasana semakin meriah.

Namun, di tengah keramaian itu, tubuh saya mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Mata saya sudah sangat berat, dan badan terasa lemas setelah seharian tidak tidur. “Bukan perjalanan yang enak ya, kalau sudah begini,” saya mengeluh dalam hati. Tapi, tak ada pilihan lain. Saya harus mencari tempat untuk beristirahat.

Setelah pemeriksaan tiket dan kendaraan selesai, saya segera menuju ke bangsal penumpang. Tempat itu cukup sederhana, dengan bangku panjang yang bisa digunakan untuk tidur. Tak ada waktu untuk mikir panjang. Tanpa ragu, saya langsung merebahkan tubuh di bangku itu dan segera terlelap. Rasanya seperti surga! Mungkin hanya mereka yang pernah menunggu di pelabuhan semalam suntuk yang bisa merasakan betapa nikmatnya tidur setelah sekian lama menahan kantuk.


Menunggu antrian

Tak berapa lama kemudian, suara klakson kapal yang keras membangunkan saya. Tiga kali bunyi keras itu menggetarkan telinga. “Ah, akhhirnya sudah waktunya!” Saya tersadar dan melihat sekeliling. Semua penumpang mulai bergerak, siap beraktivitas. “Kita berangkat juga!” ujar seorang bapak di depan saya sambil mengangkat jempol. Saya hanya mengangguk sambil menguap. Hari ini baru dimulai, dan saya sudah merasa lelah.

Meski begitu, saya mencoba untuk tidur lagi, berusaha menutup mata dan mengabaikan kenyataan bahwa perjalanan panjang ini baru saja dimulai. Saya sadar, perjalanan ini bukan hanya tentang tujuan akhir, tapi juga tentang menikmati setiap detik yang ada.

Pulau bima
Siang hari tiba, dan saya mulai merasa bosan. “Kapan ya, kita sampai?” tanya seorang anak pada ayahnya tepat di sebelah saya, seorang bapak dan ibu yang sedang membawa anaknya. “Entahlah, nak, yang penting santai saja, perjalanan jauh masih panjang,” jawabnya dengan senyum lebar. Saya pun setuju. Di tengah perjalanan ini, saya mulai menyadari bahwa kebosanan adalah teman terbaik saya saat itu. Berkeliling kapal, berbincang dengan beberapa penumpang, menikmati makan siang, dan berjalan-jalan tanpa tujuan tertentu menjadi cara saya untuk mengusir kejenuhan.

Setelah makan siang, saya kembali berjalan-jalan keliling kapal. Tiba-tiba, saya melihat beberapa penumpang sedang duduk di dek atas, sambil menikmati angin laut yang sepoi-sepoi. “Mau ikut nongkrong, Kak?” tanya seorang pemuda yang tampak akrab. “Ayo, sekalian ngusir bosan!” ajaknya. Kami pun mulai berbincang tentang berbagai hal, mulai dari cerita perjalanan hingga rencana masa depan. Entah mengapa, meskipun hanya pertemuan singkat, saya merasa seperti bertemu keluarga besar yang sama-sama berlayar menuju tujuan yang sama.


Kapalku akhirnya merapat di Pelabuhan Bima, dan saya pun memutuskan untuk turun sejenak. Waktu tunggu sebelum keberangkatan kapal berikutnya masih lama, jadi saya manfaatkan untuk berjalan-jalan. Pelabuhan Bima memang sederhana, tapi ada keindahan yang membuat saya betah. Di sekitar pelabuhan, saya berbincang dengan beberapa orang lokal yang sedang sibuk dengan aktivitasnya. "Mau lihat kota sedikit?" tanya seorang pria yang menawarkan jasa transportasi. “Ah, enggak usah, saya cuma mau jalan-jalan sebentar,” jawab saya sambil tersenyum. Meski singkat, saya menikmati suasana pelabuhan yang tenang itu.

Setelah beberapa jam berkeliling, kapal pun siap berangkat kembali. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Dengan perasaan campur aduk, kapal pun meninggalkan Bima dan melanjutkan perjalanan menuju Surabaya. Hari-hari panjang yang akan datang menanti saya. Tapi kali ini, saya merasa siap. Kami berbicara tentang perjalanan, tentang rumah, dan tentang harapan. “Pokoknya, kita pasti sampai, ya!” kata seorang bapak yang duduk di sebelah saya, memberi semangat.


Menikmati sunset di kapal

Perjalanan malam hari di atas kapal memang terasa lambat. Saya kembali berbincang dengan penumpang, berjalan-jalan di kapal, dan menikmati makanan yang ada di kantin. Tak ada yang luar biasa, hanya rutinitas yang membawa ketenangan. Seiring waktu, saya merasa semakin dekat dengan tujuan. Saya kembali teringat kata-kata seorang teman: "Perjalanan itu bukan hanya soal mencapai tujuan, tapi juga menikmati setiap langkah yang ada." Begitu juga dengan perjalanan ini, meskipun penuh tantangan, saya menemukan kebahagiaan dalam setiap momen.

Masih ada hari berikutnya hingga kapal ini merapat di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. lebih dari 40 jam dilaut, kapal pun sandar dipelabuhan di Surabaya jam 2 pagi. Saya merasa lega sekaligus bangga. Perjalanan panjang ini telah selesai, dan saya akhirnya tiba di tujuan. Meski melelahkan, perjalanan ini memberikan banyak pelajaran dan kenangan indah. "Keindahan dalam perjalanan," pikir saya, "terletak pada setiap langkah yang kita ambil."

Lihat Part Sebelumya :

Part I disini.
Part II disini.
Part III disini
Part IV disini
Part V disini
Part VI disini
Part VII disini
Part VIII disini
Part IX disini
Part X disini
Part XI disini
Part XII disini
Part XIII disini
Part XIV disini
Part XV disini
Part XVI disini
Part XVII disini

0 komentar :

Posting Komentar