Perjalanan ke timur XII

Hujan, Harapan, dan Keindahan: Petualangan Melintasi Flores


Petualangan dari Ende ke Ruteng

Hari ke-13 dalam perjalanan ku di timur Indonesia. Hari ini hari senin dan perjalanan ini udah jadi sebuah petualangan yang penuh warna. Sekarang, aku lagi berada di kota Ende, dan ini adalah hari ketigaku di kota Ende ini. semua daftar list objek tujuan ku dikota ini sudah tercapai semuanya. Tujuan berikutnya? Ruteng, sebuah kota yang terletak di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. aku udah gak sabar buat melanjutkan perjalanan ke sana, karena aku tahu, banyak hal baru yang menanti di depan. Dari Ende ke Ruteng, jaraknya sekitar 210 km, dan butuh waktu tempuh sekitar 6 jam lebih, kata aplikasi Google Maps yang selalu aku andalkan. Jarak yang jauh, tapi aku tahu perjalanan ini akan penuh cerita.

Jam 6 pagi, aku bangun dan mulai mempersiapkan diri untuk berangkat. Box sudah terpasang pada motor, motor sudah dipanaskan, sepatu dan jaket sudah dipakai dan bersiap melanjutkan petualangan berikutnya,  Rasanya tubuh udah mulai kelelahan setelah beberapa hari di Ende, tapi semangat untuk melanjutkan perjalanan tetap membara. Pagi itu, aku merasa seperti baru saja mulai, karena setiap hari adalah kesempatan untuk menemukan sesuatu yang baru dan akan bertemu dengan pengalaman yang baru.

Setelah berpamitan dengan temen ku selama aku menginap di Kota Ende, Rinto, dan keluarganya (lihat Lokasi disini), yang selama ini udah dengan tulus membantu ku di Ende, 

Rinto yang udah berdiri di depan rumah, sambil melambaikan tangan berkata, “Hati-hati di jalan, ya! Semoga perjalananmu lancar, dan jangan lupa mampir lagi nanti!”

Aku balas senyum sambil melambaikan tangan, “Pasti, kok! Ende nggak bakal aku lupain. Makasih ya, bro!”

Simpang Lima Ende

Aku keluar dari rumah ini dengan perasaan bahagia sudah diterima seperti keluarga disini.  "Setiap perjalanan, sekecil apapun, pasti meninggalkan jejak," pikir ku sambil menatap foto itu, dan aku ingat kata-kata Lao Tzu yang bilang, "Perjalanan seribu mil dimulai dengan satu langkah." Setiap langkah aku ke depan, makin terasa betapa berartinya perjalanan ini. aku mengendarai motorku menuju Simpang Lima Ende (lokasi disini). Di sana, aku berhenti sebentar untuk foto-foto dan menikmati sinar mentari pagi dikota Ende, biar bisa kenang-kenangan, dan sebagai tanda kalau aku sudah pernah mampir ke Ende. Sebuah kenangan yang mungkin suatu hari akan aku ceritakan kepada orang-orang, bahkan kepada anak dan cucu ku kelak.
 
Bunda Maria Ratu Semesta Alam Wolo Ata Ga'e

Setelah selesai berfoto disimpang lima Ende ini, aku melanjutkan perjalanan menuju Patung Bunda Maria Ratu Semesta Alam Wolo Ata Ga’e (lokasi disini) yang berada di Bajawa. Dari Ende ke Bajawa, jaraknya sekitar 132 km, dan butuh waktu tempuh sekitar 3 jam lebih, kata aplikasi Google Maps yang selalu aku andalkan. Jarak yang jauh, tapi aku tahu perjalanan ini akan penuh cerita.

Perjalanan dimulai dengan angin laut yang menyapa wajah ku sepanjang jalan keluar dari Kota Ende. Sesekali, pemandangan pantai dengan pasir putih mengingatkan aku betapa indahnya alam Flores. Aku benar-benar merasa beruntung bisa menginjakkan kaki di tempat ini. Terkadang, kalau lagi menikmati perjalanan, aku merasa seperti kata-kata dalam Alkitab yang bilang, "Aku akan menunjukkan jalan yang harus kau tempuh, aku akan memberi nasihat dan mataku tertuju kepadamu" (Mazmur 32:8). Tuhan emang selalu menunjukkan jalan, meskipun kadang kita tidak tahu apa yang ada di depan.

Patung Bunda Maria Ratu Semesta Alam Wolo Ata Ga’e

Aku juga sempat berpikir, kalau setiap perjalanan hidup itu penuh dengan kejutan. Kayak waktu aku berhenti di sebuah desa kecil untuk beli air mineral dan sarapan.

“Kakak, dari mana? Mau ke mana?” tanya seorang bapak yang sedang duduk di warung kecil.

“Ke Bajawa, Pak. Mau lihat Patung Bunda Maria di atas gunung,” jawab aku sambil tersenyum.

“Oh, itu jauh banget! Tapi pemandangannya luar biasa! Hati-hati di jalan ya, banyak yang rusak.” Bapak itu memberi saran dengan ramah.

Berfoto bersama
“Makasih, Pak! Semoga perjalanan lancar!” jawab ku sambil melanjutkan perjalanan.

Setelah 3-4 jam perjalanan, akhirnya aku sampai di pelataran parkir Patung Bunda Maria Ratu Semesta Alam Wolo Ata Ga’e yang berada di atas puncak gunung (lihat disini). Tapi perjalanan ke sini nggak mudah. Jalannya rusak parah, berlumpur, dan cukup mendaki. aku harus berhati-hati banget supaya motor yang ku kendarai nggak tergelincir. Makin lama, rasa capek mulai terasa, tapi aku coba untuk terus melangkah. Makin tinggi aku mendaki, makin terasa juga betapa istimewanya tujuan ini.

Di puncak gunung, Patung Bunda Maria berdiri tegak, memberikan kedamaian yang luar biasa. Dari atas, aku bisa melihat keindahan kota Bajawa dan sekitarnya. Udara sejuk dan pemandangan hijau yang luas membuat aku merasa tenang dan damai. Ini adalah waktu yang tepat buat ku untuk melepaskan penat setelah perjalanan panjang. aku berhenti sejenak, duduk di sebuah batu besar, dan menghirup udara segar.

Sesaat, aku merenung. aku berdoa, mengucapkan rasa syukur karena bisa sampai ke sini dengan selamat. aku inget banget kata-kata bijak dari Khalil Gibran yang bilang, "Doa adalah kesempatan untuk berbicara dengan Tuhan, dan juga mendengarkan jawabannya." aku merasa, dalam doa, ada kedamaian yang nggak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Melepaskan Penat dan Menikmati Keindahan Alam

Setelah beberapa waktu, aku memutuskan untuk berfoto-foto sejenak dan mengabadikan momen indah ini. Bukan cuma foto untuk kenangan, tapi juga untuk menghargai betapa luar biasanya alam sekitar. Saat itu, aku sadar, perjalanan ini bukan hanya soal fisik, tapi juga soal pengalaman batin yang terus mengingatkan aku untuk bersyukur.

Dengan hati yang tenang dan tekat yang kuat, aku melanjutkan perjalanan ke Ruteng. Namun, langit mulai mendung. aku bisa merasakan hawa hujan yang semakin dekat. aku tahu, waktu nggak akan lama lagi sebelum hujan turun.

Aku melanjutkan perjalanan meskipun cuaca mulai berubah. Tapi seperti yang kadang terjadi dalam hidup, nasib gak selalu berpihak. Hujan turun deras banget, dan aku harus berhenti berkali-kali untuk berteduh. Dalam hati, aku cuma bisa tertawa dan sedikit kecewaa, karena nggak ada yang bisa dikontrol di perjalanan ini.

Menikmati Se'i Babi
“Begitulah hidup” kata ku dalam hati, “Ada kalanya kita harus berhenti, menunggu, dan menerima keadaan.” Meskipun kecewa karena terpaksa berteduh, aku ingat kata-kata Ernest Hemingway: "Tidak ada yang bisa menggantikan pengalaman yang diperoleh saat menghadapi tantangan." Ya, inilah tantangan yang harus aku lewati.

Di sebuah pondok kecil, aku berteduh sambil ngobrol dengan seseorang pemuda yang sama-sama berteduh dan juga hendak menuju kota Ruteng.

“Daritadi sepanjang perjalanan hujan, reda, hujan lagi, reda lagi,” kata pemuda yang berteduh memulai obrolan, sambil memperbaiki posisi motornya yang diparkir.

“Sepertinya hujan gak berhenti-henti, Kakak. Tapi rasanya lega bisa berhenti sejenak, tapi jangan kelaman berhenti” jawab ku sambil tersenyum ramah kepada pemuda yang seorang Mahasiswa di Ruteng.

Hujan kembali reda dan perjalanan aku lanjutkan, dan sesekali aku harus menghentikan kendaraan ku untuk berteduh sejenak karena hujan kembali turun. bukan sekali tapi berkali-kali dan akhirnya, aku sampai juga di perbatasan kota Ruteng, dan hujan juga kembali turun. Perut udah keroncongan, jadi aku mutusin untuk singgah di sebuah rumah makan Se;i Babi. Di sini, aku memesan seporsi Se'i Babi yang terkenal enak, ditambah secangkir kopi Flores yang hangat. Nikmat banget, apalagi setelah aku basah kuyup karena hujan.

Dengan hujan yang turun dan hawa dingin khas Ruteng, makan Se'i Babi dan kopi jadi seperti hadiah kecil di tengah perjalanan yang penuh tantangan. aku menikmati setiap suapan dan tegukan kopi, sambil mendengarkan hujan yang makin deras.

Sekitar jam 5 sore, aku melanjutkan perjalanan menuju Biara Bruderan CSA di Jalan Ahmad Yani (lokasi disini). aku sudah janji ketemu sama Bruder Bayu, kenalan ku yang seorang Bruder yang lagi berada disana. Setelah perjalanan yang cukup panjang dan penuh hujan, akhirnya aku sampai di Biara itu, dan aku disambut dengan hangat oleh Bruder Bayu dan temen-temen komunitas Bruderan CSA lainnya yang ada di Ruteng.

Di biara ini, aku merasa diterima banget. Mereka ngobrol, saling berbagi cerita, tentang kota Ruteng, Pulau Flores dan hal-hal menarik disini. aku merasa betul-betul jadi bagian dari keluarga komunitas ini. Malam itu, aku menginap di biara, bersantai dan menikmati ketenangan yang susah dicari di tempat lain.

Setelah mandi, dikarenakan dalam perjalanan di guyur hujan dan  makan malam, kemudian mengikuti ibadah singkat bersama komunitas, aku merasa begitu bersyukur. Hari itu penuh dengan cerita, penuh dengan pengalaman, dan penuh dengan rasa syukur yang mendalam. aku inget banget ayat dalam Alkitab: “Datanglah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, dan Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Matius 11:28). Itu pas banget, karena setiap langkah perjalanan ini memberi kelegaan dan kebahagiaan tersendiri.

Malam itu, aku tertidur dengan perasaan yang tenang, tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai. Ruteng, dengan segala keindahan dan ketenangannya, memberi aku banyak hal untuk dipikirkan. Dan besok, mengelilingi kota ruteng dan  Labuan Bajo menunggu.

Lihat Part Sebelumya :

Part I disini.
Part II disini.
Part III disini
Part IV disini
Part V disini
Part VI disini
Part VII disini
Part VIII disini
Part IX disini
Part X disini
Part XI disini
Part XII disini

0 komentar :

Posting Komentar