Perjalanan ke timur V

 Goa Maria, Babi Guling, dan Kenangan Bali: Sebuah Perjalanan Spiritual dan Kuliner


Petualangan di Pulau Dewata: Mencari Kedamaian dan Misteri

Hari Kelima di Pulau Bali: Awal Petualangan

"Jangan pernah takut untuk memulai perjalanan baru," begitulah kata-kata yang terngiang di kepalaku saat memulai perjalanan ini. Ini adalah hari kelima aku berada di Pulau Bali, dan hari keenam dalam rangkaian perjalanan menuju timur Indonesia. Aku merasa seperti seorang petualang yang sedang menapaki jejak takdir. Bali, dengan segala pesonanya, adalah tempat yang sempurna untuk menemukan kedamaian, sekaligus menghadapi tantangan dalam perjalanan spiritual dan rohani ini.

Pagi itu, pukul 6.00 pagi, sebuah ketukan dari pintu kamarku membangunkan tidurku yang nyenyak. Ibu pemilik penginapan berdiri dengan senyum ramah. "Mau sarapan, Mas? Pedagang nasi jinggo keliling sudah datang," katanya dengan lembut. Tentu saja, nasi jinggo adalah pilihan sarapan yang tepat, murah meriah, dan cukup mengenyangkan. Seperti yang sering aku katakan, "Kadang hal sederhana justru memberi rasa kenyang yang tak terduga."

Setelah sarapan, aku membeli beberapa nasi jinggo dan gorengan sebagai bekal perjalanan menuju dua destinasi yang telah kucatat dalam agenda ziarahku: Goa Maria Air Sanih dan Gua Maria Bedugul.

Filosofi dan Eksistensi: Dalam Perjalanan Spiritual

Rute perjalanan yang kulalui cukup panjang, dan kali ini, aku hanya mengandalkan GPS sebagai pemandu. GPS ini, seperti hidup itu sendiri, penuh dengan kejutan. Terkadang ia membawa kita melalui jalan yang mulus, namun tidak jarang ia juga mengarahkan kita ke jalan rusak, berbatu, dan berlubang. Begitu pula dengan hidup, "jalan yang buruk seringkali membawa kita menuju pelajaran yang berharga," seperti kata Socrates, "An unexamined life is not worth living."

Goa Maria Air Sanih

Perjalanan dari Kuta ke Goa Maria Air Sanih cukup menantang. Di tengah-tengah perjalanan, GPS sempat mengarahkan aku ke jalan yang hancur, penuh lubang dan bebatuan. Aku tertawa kecil, karena sesekali jalur semacam itu justru memberi petualanganku rasa autentik yang tidak terlupakan. "Jangan biarkan jalan berbatu menghentikan langkahmu," kataku dalam hati, seolah memberi semangat pada diriku sendiri.

Akhirnya, setelah melewati jalur yang cukup menantang, aku sampai di Goa Maria Air Sanih (lihat disini), sebuah tempat yang tenang dan penuh kedamaian. Goa ini terletak di timur dari Pulau Bali, dan saat aku sampai, angin laut yang sejuk menyapu wajahku, memberikan rasa sejuk yang tak terungkapkan. Ada keheningan yang menyelimuti seluruh tempat ini, sebuah rasa yang berbeda dari kebisingan dunia luar.

Gua Maria

Tiba di depan patung Bunda Maria, aku menundukkan kepala dan mulai mendaraskan doa Salam Maria. Suasana yang damai membuat aku merasa dekat dengan Tuhan. Sambil berdoa, aku tidak bisa menahan perasaan syukur yang mendalam. "Damai itu tidak datang dari luar, tetapi dari dalam diri kita," kata Mahatma Gandhi, yang kalimatnya mengalun lembut di pikiranku.

Aku berjalan mengelilingi sekitaran Goa Maria Air Sanih yang begitu asri. Di sini, setiap sudutnya seolah menceritakan kisah-kisah doa dan harapan. Aku mengabadikan momen ini dengan kamera, membuat video dokumentasi untuk blog pribadiku. Tidak lupa, aku berpose di depan patung Bunda Maria, mengenakan senyum yang penuh kebahagiaan, seperti berterima kasih pada Tuhan atas setiap perjalanan ini.

Misteri dan Spiritualitas: Mengunjungi Gua Maria Bedugul

Perjalanan rohaniku berlanjut menuju Gua Maria Bedugul (lihat disini), yang terletak tidak jauh dari Danau Bedugul, sebuah tempat yang terkenal dengan suasana spiritual dan kesejukannya. Begitu aku sampai di pelataran parkir, udara dingin dan segar langsung menyambut. Udara ini begitu berbeda dengan cuaca panas yang baru saja aku alami di Goa Maria Air Sanih. Di Bedugul, udara pegunungan yang segar menambah kedamaian dalam hati, membuatku merasa seperti berada di tempat yang jauh dari keramaian duniawi.

Gua Maria Karmel Bedugul
Danau Bedugul, dengan airnya yang tenang dan dikelilingi pegunungan yang hijau, memberikan nuansa yang mistis dan menenangkan. Seperti yang pernah dikatakan Albert Einstein, "The most beautiful thing we can experience is the mysterious. It is the source of all true art and all science." Keindahan alam sekitar membuatku merasa lebih dekat dengan Tuhan, di tengah keheningan alam yang begitu menenangkan jiwa.

Aku memasuki Gua Maria Bedugul, yang terletak di tengah kompleks rumah retret. Saat itu, tempat ini sangat sepi, tanpa ada peziarah atau peserta retret. Suasana yang hening ini benar-benar memberi kesempatan untuk berdoa dengan khusyuk. Aku mendaraskan doa Rosario dengan penuh penghayatan, menyampaikan segala ujub dan harapan. Seperti yang tertulis dalam Alkitab, "Tetapi jika kamu berdoa, pergilah ke dalam kamarmu dan tutuplah pintu, berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi." (Matius 6:6). Aku merasa seolah-olah Tuhan mendengarkan setiap kata doa yang keluar dari mulutku.

Aku meluangkan waktu untuk menikmati ketenangan di sekitar Gua Maria ini. Tidak ada suara lain selain gemerisik daun dan gelegar angin yang menyapu lembut. Ini adalah momen untuk benar-benar merenung, dan merasakan kedekatan dengan yang Ilahi. Di sinilah aku merasa benar-benar bebas dari segala beban pikiran dan duniawi.

Setelah doa dan refleksi diri, aku kembali mengabadikan beberapa momen di sekitar Gua Maria, membuat video dokumentasi untuk blog pribadiku. "Dunia mungkin berputar begitu cepat, tetapi di sini, waktu seakan berhenti sejenak," kataku dengan senyum kecil.

Kembali ke Kehidupan Sehari-hari: Mencari Keseimbangan

Setelah perjalanan spiritual yang mendalam dan kenangan indah di Goa Maria Air Sanih serta Gua Maria Karmel Bedugul, aku melanjutkan perjalananku untuk memenuhi beberapa keinginan duniawi. Salah satunya adalah membeli oleh-oleh khas Bali, seperti yang sudah menjadi tradisi setiap kali aku berkunjung ke tempat-tempat wisata.  Namun, perjalanan belum lengkap tanpa mencicipi salah satu kuliner khas Bali: Babi Guling.

Menu makan siang
Hari itu, setelah menikmati makan siangku yang spesial dan istimewa, aku memutuskan untuk mampir ke Pusat Oleh-oleh Krisna yang terletak di Jalan Sunset Road. Krisna adalah salah satu tempat oleh-oleh yang terkenal di Bali, dan bisa dibilang menjadi tujuan utama para wisatawan yang ingin membawa pulang sedikit kebudayaan Bali ke rumah mereka. Saat memasuki Krisna, aku langsung disambut oleh berbagai macam produk khas Bali yang memikat mata. Mulai dari kerajinan tangan, pakaian, hingga makanan ringan khas Bali. Tak ketinggalan, ada juga produk-produk lokal seperti kopinya, minyak aroma terapi, dan kain tradisional Bali yang begitu menarik. Seperti biasanya, banyak teman-teman yang menugaskanku untuk membeli oleh-oleh. "Beliin aku kaos Bali ya, dan jangan lupa Kacang disko khas Bali!" seru mereka lewat pesan singkat.

Persiapan Mengirim Oleh-Oleh dan Menyelesaikan Tugas

Setelah selesai berbelanja, aku tahu bahwa ada satu tugas penting yang harus segera diselesaikan: mengirimkan oleh-oleh yang sudah dibeli. Meskipun tidak langsung pulang ke rumah, aku berencana untuk mengirimkan semua oleh-oleh ini melalui jasa paket agar teman-teman bisa menikmati sedikit bagian dari Bali meski aku tidak bisa bertemu mereka langsung.

Dengan membawa semua barang belanjaan, aku mencari toko di dekat penginapan untuk membeli dus. Toko kecil itu ternyata cukup lengkap, dan aku berhasil menemukan dus yang pas. Setelah itu, aku segera pergi ke jasa kurir terdekat untuk mengirimkan paket-paket oleh-oleh tersebut. "Seperti kata Bob Marley, 'The most beautiful thing about life is that we share it,'" aku tersenyum mengingat pesan tersebut, karena oleh-oleh ini adalah cara aku berbagi kisah perjalanan ini dengan orang-orang yang ada disekitarku.

Akhir Petualangan: Makan Malam dan Persiapan Penerbangan


Babi Guling
Setelah semua urusan oleh-oleh selesai, aku memutuskan untuk menikmati malam terakhir di Bali dengan makan malam. Babi Guling Dayu Kencani (lihat disini), yang buka pada malam hari dan terletak tidak jauh dari penginapan, menjadi pilihan makan malamku. Sebuah hidangan khas Bali yang sudah terkenal kelezatannya. Setelah sepanjang hari berkeliling dan berdoa, menikmati makan malam adalah cara yang sempurna untuk menutup hari.

Daging babi yang empuk, kulitnya yang renyah, disajikan dengan nasi putih, sambel matah, dan lawar—makanan yang kaya rasa ini sungguh membuatku teringat akan kekayaan budaya Bali yang tak hanya ada dalam doa, tetapi juga dalam cita rasa. Seperti yang pernah dikatakan oleh Anthony Bourdain, "Food is everything. Food is love, food is culture, food is tradition." Makan malam ini bagiku adalah simbol dari perjalanan yang telah kulalui: penuh rasa, penuh kenangan, dan penuh pelajaran.

Setelah makan, aku kembali ke penginapan dan mulai beristirahat. Penerbangan ke Pulau Sumba sudah menunggu besok pagi. Dengan penuh rasa syukur, aku menutup hari ini dengan senyuman. Petualangan di Bali memang sudah berakhir, tetapi kenangan dan pelajaran yang kudapatkan akan terus hidup dalam setiap langkahku.

Akhir Kata: "Perjalanan bukan hanya tentang tujuan, tapi tentang apa yang kita temui di sepanjang jalan, baik itu tempat, orang, ataupun kenangan yang kita bawa pulang."

Lihat Part Sebelumya :

Part I disini.
Part II disini.
Part III disini
Part IV disini
Part V disini

0 komentar :

Posting Komentar