Gua Maria Lawangsih

Para Pencari Tuhan (Bagian I Edisi Lawangsih)


2. Pemberhentian kedua

Suara motor meraung-raung memecah keheningan jalan yang terjal, terkadang ada aspal, terkadang berbatu dan hanya cor-coran semen saja, dan ditemani pemandangan hutan yang panjang, Puji Tuhan kami sampai ke tujuan hanya berbekal GPS dari handphone, dan untung saja motor yang kami bawa cukup sehat dan kuat... (sering minum susu) melahap semua medan yang menantang dan tersedia di depan kami...
akhirnya pukul 13:45 kami mengijakkan kaki di pelataran parkir Gua Maria Lawangsih, dan Odo Meter menunjukkan 135 Km (dilihat dari Odo meter motor) berarti kalau dari Gua Maria Sendangsono (pemberhentian pertama kami) sekitar 30km (lihat postingan sebelumnya), suatu perjalalan pejaiarahan yang jauh untuk seorang musafir, yang harus terus berjalan dan belum tahu dimana kepala ini akan diletakkan untuk tidur..


Gua Maria Lawangsih
Selamat Datang di Gua Maria Lawangsih
Selamat datang di Gua Maria lawangsih, itulah sebuah spanduk yang kami sempat baca, saat memasuki kawasan Gua, mata kami mulai dimanjakan dengan pemandangan yang terhampar di kejauhan, dan saat melihat kedalam gua, kami juga semakin terperangah, ada juga ternyata gua alami selain Tritis (bukan gua buatan), air yang menetes dari atas gua menyambut kami, dan sambutan dari suasana Gua nan eksotis menerima kami dengan segala kedamaian dan kekhusyukan-nya.
Kesan sangat kental hinggap di hati saya: alamiah, hening, namun diiringi dengan hiasan alam berupa nyanyian burung, hembusan angin segar, jauh dari kebisingan, dan tentu saja sejuk nan rindang.
Gua Maria Lawangsih terletak di Perbukitan Menoreh, perbukitan yang memanjang, membujur di perbatasan Jawa Tengah dan DIY, (Kabupaten Purworejo dan Kulon Progo). Di tengah perbukitan Menoreh, bertahtalah Bunda Maria Lawangsih (Indonesia: Pintu/Gerbang Berkat/Rahmat). Gua Maria Lawangsih berada di dusun Patihombo, Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo. Secara gerejawi, masuk wilayah Stasi Santa Perawan Maria Fatima Pelemdukuh, Paroki Santa Perawan Maria Nanggulan, Kevikepan Daerah Istimewa Yogyakarta, Keuskupan Agung Semarang.

Gua Maria Lawangsih
Altar Gua Maria Lawangsih
Menurut sejarahnya, Gua Maria Lawangsih adalah Gua Maria yang pada awalnya adalah sebuah goa Lawa (Goa yang penuh dengan Kelelawar), yang memang diyakini sudah diketahui oleh penduduk sekitar sebagai tempat petani mencari pupuk dari kotoran Kelelawar. Sebelum ditetapkan sebagai Goa Maria, goa ini adalah sebuah goa alami biasa yang merupakan tempat tinggal kelelawar. Dalam bahasa Jawa kelelawar disebut “Lawa”. Goa ini dihuni oleh banyak kelelawar, maka tidak heran bila nama goa ini adalah Goa Lawa.Tidak diketahui secara pasti, kapan Goa Lawa ini dimasuki oleh penduduk.

Awalnya, Goa Lawa hanyalah tanah grumbul (semak belukar) yang memiliki lubang kecil di pintu goa (+1 m2), namun lorong-lorongnya bisa dimasuki oleh manusia untuk mencari kotoran Kelelawar sampai kedalaman yang tidak terhingga. Namun karena faktor tidak adanya penerangan dan suasana dalam goa yang pengap, maka tidak banyak penduduk yang bisa masuk ke dalam goa. Pada tahun 1990-an, Goa Lawa sempat dijadikan oleh Muda-Mudi Stasi Pelemdukuh untuk tempat memulai berdoa Jalan Salib (Stasi), namun setelah itu tidak ada perkembangan yang berarti sampai tahun 2008.
Pada bulan Juli 2008, Goa Lawa yang semula milik keluarga T. Supino (Ketua Stasi SPM Fatima Pelemdukuh), telah dihibahkan kepada Gereja. Pembangunan Goa Maria Lawangsih untuk menjadi tempat berdoa (Panti Sembahyang) adalah atas inisiatif Romo Paroki Santa Perawan Maria Tak Bernoda Nanggulan ini yaitu Romo Ignatius Slamet Riyanto, Pr, setelah beberapa kali masuk dan meneliti kemungkinan Goa Lawa menjadi tempat doa. Pada awalnya, Romo Ignatius Slamet Riyanto, hanya ingin menjadikan tempat yang awalnya “dianggap keramat” oleh penduduk sekitar, menjadi tempat yang nyaman bagi umat sekitarnya untuk berdoa. Namun rupanya ada banyak orang yang tahu dari mulut ke mulut (Jawa: gethok tular) tentang keberadaan tempat ziarah ini, sehingga makin lama semakin banyak peziarah yang datang dari Bandung, Surabaya, Lampung, Jakarta, Semarang, dan kota-kota besar lainnya, bahkan berdasarkan data dari buku tamu yang disediakan beberapa kali ada peziarah dari luar negeri (Belanda, Perancis dan Australia) yang datang ke sana.
Goa Maria Lawangsih sama sekali belum tersentuh oleh pembangunan secara modern, sungguh-sungguh alami. Selain itu, goa ini dibangun oleh umat yang secara sukarela setiap hari bekerja bakti, bahu membahu, saling mendukung dengan kerja tangan mereka. Dengan senyum, canda, dan penuh semangat iman, selama hampir satu tahun umat mengolah tanah grumbul (semak belukar) menjadi tempat peziarahan Maria yang sangat indah, dengan bukit-bukit batu di sekitar goa, dengan stalagtit dan stalagmit di dalam goa, dengan gemercik air yang mengalir tiada henti, meski kemarau yang sangat panjang sekalipun.

Gua Maria Lawangsih
Patung Bunda Maria Lawangsih

Gua Maria Lawangsih

Gua Maria Lawangsih
Gua Maria Lawangsih  dari depan

Di belakang Patung Bunda Maria, terdapat lorong goa yang sangat panjang, dalam dan indah dengan stalagtit dan stalagmit yang mempesona, di dalamnya juga terdapat sumber air yang mengalir tiada henti, jernih dan sejuk, yang selama ini menjadi sumber penghidupan masyarakat sekitar goa Maria. Kelak air ini akan ditampung dan dijadikan tempat “menimba air kehidupan” dan untuk kebutuhan sehari-hari. Sungguh ajaib, Bunda Maria juga memberikan berkatNya. Di depan Bunda Maria, terdapat goa yang cukup lebar, memanjang sampai pada kedalaman yang tak terhingga. Namun sayang, 300 meter setelah pintu goa, sudah menyempit, meski di dalam sana terdapat tempat yang luas dan pemandangan yang sangat indah. Perlu alat modern untuk membuka beberapa batu alam yang menutupi lorong-lorong ke dalam.

Gua Maria Lawangsih
Sumber air yang terus mengalir
Gua Maria Lawangsih
Jalan menyusuri lebih kedalam gua lagi
Di Gua Maria Lawangsih ini ada dua tempat berdoa yang bisa digunakan oleh para peziarah, yang pertama di depan Patung Bunda Maria, dan yang kedua di bagian dalam Gua (Panti Semedi). Untuk yang di dalam panti Semedi memang kita masuk ke dalam gua, tapi jangan khawatir karena di dalamnya ada patung Yesus, tikar, serta sudah diberi penerangan lampu.

Gua Maria Lawangsih
Lorong Gua, Cocok untuk tempat bermeditasi dan menghilangkan kepenatan

Menurut penuturan umat setempat, Gua Maria Lawangsih hari-hari belakangan ini menjadi tempat favorit bagi orang-orang kota untuk ‘nyepi’: menikmati kesendirian dalam keheningan sembari berdoa, melepas kepenatan fisik dan apalagi psikis lantaran jenuh mengalami keseharian dan rutinitas hidup di kota besar.

Pemandangan Gua Maria Lawangsih
Gua Maria Lawangsih
Patung Yesus yang bersemayam di dalam Gua
Fasilitas
Penduduk sekitar Gua Lawangsih di Lingkungan Santa Maria Fatima yang 95% katolik sangat mendukung untuk keperluan itu: tinggal dalam keheningan sembari berdoa dan beristirahat. Ada sebuah rumah penginapan bernama Wisma Emanuel dengan fasilitas akomodasi enam unit kamar yang bisa ditempati, lengkap dengan fasilitas mandi dengan air hangat.Wisma Emanuel ini milik salah satu umat katolik setempat. atau kalau anda seorang backpaker atau juga seorang musafir anda dapat tidur di Pelataran Gua Maria Lawangsih
Fasilitas untuk peziarah secara umum sudah tersedia meskipun dalam nuansa kesederhanaan. MCK Kamar mandi, WC/toilet, sudah tersedia dengan air yang melimpah. Air jernih dari bawah Bunda Maria dialirkan menuju sebuah bak penyaring yang nantinya menjadi air yang bisa dipakai peziarah untuk dibawa pulang atau untuk diminum langsung. Air ini juga dialirkan ke kamar mandi di bawahnya, sehingga air di kamar mandi/WC sangat jernih dan layak untuk para peziarah, tapi untuk kegiatan makan, di lokasi Gua Maria Lawangsih belum tersedia warung makan, jadi diharapkan para pejiarah yang mau mengunjungi Gua Maria Lawangsih diharapkan sudah makan terlebih dahulu atau membawa bekal, dengan catatan buanglah sampah pada tempatnya, dan jaga kebersihan...
Akses Jalan

Akses dari jalan Mungkid - Nanggulan yaitu jalan menuju ke Sendangsono
Jika memakai bus besar, bisa transit di Gereja Katolik Santa Perawan Maria Tak Bernoda, Karang, Nanggulan, Kulon Progo, Yogyakarta. Atau naik bus umum dari kota Jogja/Wates/Muntilan ke jurusan Nanggulan. Turun di perempatan Kenteng, naik ojek 25 menit kelokasi. Dengan mobil dari arah manapun menuju Nanggulan, masuk dari perempatan pasar Kenteng ke arah Barat, dengan jalan hotmix (8 km) dan dilanjutkan jalan desa (aspal) 4 km kira-kira 20 menit. Ikuti rambu penunjuk jalan dari traffick light di Kenteng sampai kelokasi Gua Maria.

catatan : 
  1. Pastikan kendaraan anda dalam keadaan baik karena akan menyusuri jalan tanjakan dengan kemiringan  40 derajad    
  2. Lebih baik makan terlebih dahulu sebelum menuju Gua Maria Lawangsih
  3. Kordinat Gua Maria Lawangsih S7°43'16.6" E110°8'54.1" 

foto lengkap dapat dilihat disini



0 komentar :

Posting Komentar