Guyangan View Manta Cliff

 Guyangan View Manta Cliff di Nusa Penida


Guyangan View Manta Cliff adalah salah satu destinasi wisata alam yang memukau yang terletak di Banjar Peguyangan, Batukandik, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali. Nusa Penida sendiri dikenal dengan keindahan alamnya yang luar biasa, dan Guyangan View Manta Cliff adalah salah satu spot wisata yang menawarkan pemandangan spektakuler dari tebing-tebing yang menghadap langsung ke laut biru yang jernih. Lokasi ini merupakan tempat yang cukup populer di kalangan para wisatawan yang mencari keindahan alam Bali yang lebih alami dan jauh dari keramaian. Guyangan View Manta Cliff adalah destinasi yang sangat menarik karena menawarkan kombinasi pemandangan alam yang luar biasa dan menakjubkan di Nusa Penida. Dengan pemandangan alam yang spektakuler, kehidupan laut yang kaya, dan suasana yang tenang, tempat ini menjadi tujuan ideal bagi mereka yang mencari keindahan alam. Tidak hanya menawarkan panorama yang luar biasa, Guyangan View Manta Cliff juga menjadi tempat yang penuh makna spiritual dan keindahan alam yang sangat cocok untuk para pencinta alam, penyelam, dan fotografer.

Gua Santa Maria Rawaseneng

 Gua Maria Rawaseneng,Berdoa dan berkarya dalam sunyi


Temanggung, sebuah kabupaten yang terletak di antara dua gunung besar, Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing, dikenal dengan keindahan alamnya yang menawan. Selain pesona alamnya, Temanggung juga memiliki sejumlah situs spiritual yang menjadi tujuan bagi mereka yang ingin mencari ketenangan batin, salah satunya adalah Pertapaan Santa Maria Rawaseneng. Tempat ini memiliki sejarah panjang dalam kehidupan spiritual umat Katolik di Indonesia dan merupakan salah satu tempat ziarah yang terkenal di wilayah Jawa Tengah. Di Pertapaan Santa Maria Rawaseneng, pengunjung dapat merasakan pengalaman spiritual yang mendalam, jauh dari hiruk-pikuk kehidupan kota. Suasana alam yang sejuk, dipadukan dengan tempat yang penuh dengan nuansa religius, menjadikan tempat ini sebagai pilihan bagi mereka yang ingin berdoa, bermeditasi, atau sekadar merenung dalam kedamaian.

Perjalanan ke timur XVII

Mengayuh Langkah di Lautan: Petualangan dari Labuan Bajo ke Surabaya


Pagi itu, setelah melewati malam yang penuh dengan penantian tanpa henti di pelabuhan Marina Waterfront (lihat lokasi disini), akhirnya, matahari mulai menyinari Labuan Bajo. Hari ketiga saya di kota kecil yang indah ini, dan hari ke-18 dari perjalanan panjang saya menjelajahi Timur Indonesia. Sambil duduk di dermaga, memandangi kapal-kapal yang berlabuh, saya merasa campuran antara kelelahan dan kegembiraan. “Ini dia, petualangan besar yang berikutnya,” gumam saya dalam hati. Labuan Bajo akan segera saya tinggalkan, dan saya siap melanjutkan perjalanan menuju Surabaya, meski tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Sejak semalam, saya sudah berada di pelabuhan, menunggu kapal besar yang akan membawa saya dan motor kesayangan menuju Surabaya. Tapi, seperti biasanya, pelabuhan selalu penuh dengan ketidakpastian. Kapal yang dijadwalkan datang tepat waktu, tetap tak kunjung tiba. Sembari duduk menunggu, saya melihat sekeliling. Pemandangan indah pagi itu mulai terasa kontras dengan rasa kantuk yang semakin menguasai tubuh saya. Laut yang tenang, udara yang segar, dan langit biru tak mampu mengusir rasa lelah yang saya rasakan.

“Hey, kapan datangnya nih?” saya bertanya pada seorang petugas pelabuhan yang sedang sibuk dengan pekerjaannya. Dia hanya menggelengkan kepala dan tersenyum. “Tunggu saja, kadang memang begitu. Tak ada yang pasti di sini,” jawabnya santai. Saya hanya bisa tertawa kecut. Ah, inilah yang disebut petualangan!

Perjalanan ke timur XVI


Labuan Bajo: Kisah Perjalanan yang Tak Selalu Mulus, Tapi Penuh Cerita


Hari ini hari Kamis. Hari kedua di Labuan Bajo, dan hari ke-17 dalam petualangan panjangku menjelajahi timur Indonesia. Kalau ada satu hal yang selalu bisa bikin aku semangat, itu adalah alam Indonesia Timur. Bangun pagi ini, alarm jam 5 pagi langsung membangunkan aku dari mimpi indah di La Boheme Bajo Hostel (lokasi lihat disini). Penginapan yang lucu banget! La Boheme Bajo bukan penginapan mewah, tapi ada sesuatu yang bikin tempat ini nyaman banget. Dindingnya penuh dengan mural warna-warni, suasana santai banget, dan yang paling penting, dekat banget dengan pelabuhan, jadi mudah banget buat mulai petualangan hari ini.

Aku duduk sebentar di bangku kayu yang menghadap jendela besar. Angin laut pagi yang segar masuk, nyampur sama aroma kopi yang baru diseduh. “Ah, ini sih mood booster banget,” pikirku sambil ngelirik keluar jendela, melihat laut yang masih tenang. Rasanya kayak mau tinggal di sini selamanya.

Setelah sedikit merenung, aku pun bergegas, siap-siap untuk sarapan cepat sebelum menuju pelabuhan. Perjalanan hari ini udah menunggu. Setelah memastikan semua perlengkapan – mulai dari kamera, camilan, hingga topi – aku pun melangkah menuju Marina Waterfront, tempat pertemuan dengan kru Open Sail. Jalan menuju pelabuhan di pagi hari itu keren banget. Angin laut seger, dan pemandangan sekitar begitu menenangkan. Laut biru, langit cerah, dan udara segar. Aku kayak baru sadar kalau selama ini udah jauh banget dari hiruk-pikuk kota.

Perjalanan ke timur XV

Kehangatan Labuan Bajo: Mengarungi Laut dan Menyusuri Senja di Flores


Hari itu Kamis pagi yang cerah, dan aku sedang duduk di salah satu bangku kayu di Biara CSA Ruteng, (lokasi lihat disini) menyadari bahwa hari ke-4 di Ruteng ini akan segera berakhir. Sambil menatap pemandangan sekitar di kota ini, aku merasakan ketenangan yang luar biasa—sangat berbeda dari hiruk-pikuk dunia luar yang biasa aku alami. Seperti sejenak bisa berhenti sejenak dari perjalanan panjang yang sudah dimulai sejak hari pertama di timur Indonesia.

Setelah mengikuti kegiatan komunitas di biara yang cukup menginspirasi, aku duduk bersama Bruder Bayu dan Bruder lainnya. Kami menikmati sarapan pagi yang sederhana namun penuh makna—Sarapan pagi sederhana, nasi goreng dan telur dadar, dan secangkir kopi hangat yang rasanya lebih nikmat dari biasanya.

"Jadi, kamu mau lanjut ke Labuan Bajo?" tanya Bruder Bayu, mata berbinar seolah sudah tahu jawaban dariku.

"Yap, hari ini saya mau melanjutkan perjalanan. Tujuan selanjutnya adalah Labuan Bajo," jawabku sambil menyesap kopi.

Perjalanan ke timur XIV

Bakso Hangat dan Desa Adat: Petualangan di Tengah Hujan Flores


Hari ini adalah hari Rabu, hari ketiga aku di kota Ruteng, Flores, dan sudah hari ke-15 dalam rangkaian perjalanan panjang menuju timur Indonesia. Aku merasa seperti sudah menjadi sahabat baik dengan setiap tetes hujan, jalan berlumpur, dan pertemuan tak terduga yang terjadi. Setiap hari bagaikan petualangan baru yang tak pernah terduga, dan aku merasa siap untuk menjalaninya, meskipun tahu pasti ada kejutan yang menanti di depan.

Pagi ini, aku terbangun di Bruderan CSA, biara kecil yang terletak di pusat kota Ruteng. Dari jendela kamar, aku melihat kabut tipis yang menyelimuti puncak bukit. Cuaca seperti ini rasanya mengajak tidur lagi, tapi aku sudah bertekad untuk melanjutkan perjalanan. Dengan segelas kopi Flores yang nikmat, aku duduk bersama beberapa bruder dan anggota komunitas lainnya.

"Jadi, hari ini ke Wae Rebo, kan?" tanya Bruder Bayu sambil menyerahkan piring untuk sarapan.