Gereja Inkulturasi Pangururan

 Gereja St. Mikael Inkulturasi Budaya Batak di Pangururan


Inkulturasi dalam Gereja Katolik adalah proses penyesuaian ajaran Gereja Katolik dengan kebudayaan lokal, dengan sedemikian rupa sehingga nilai-nilai Injil dapat diungkapkan dengan lebih jelas di dalam unsur-unsur kebudayaan bersangkutan, melainkan juga menjadi kekuatan yang menjiwai, mengarahkan, dan memperbaharui kebudayaan bersangkutan, dan dengan demikian menciptakan suatu kesatuan dan ‘communio’ baru, tidak hanya di dalam kebudayaan tersebut, melainkan juga sebagai unsur yang memperkaya Gereja sejagat. Inkulturasi juga bertujuan agar umat dapat lebih mudah memahami dan berpartisipasi secara aktif dalam ibadah. Sebagai contoh inkulturasi dalam Gereja katolik seperti Arsitektur, Ornamen, Seni, Kitab suci, dll.

Gereja St. Mikael

Gereja Katolik St Mikael yang terletak di Pangururan, Kabupaten Samosir adalah salah satu gereja Katolik yang bertitik tolak dari semangat inkulturasi Batak Toba. Gereja ini merupakan Gereja yang mengadopsi arsitektur yang menyerupai dengan rumah adat batak. Kekhasan rumah adat Batak Toba adalah berupa rumah panggung dengan bangunan berbentuk solu (perahu) dengan ruang dalamnya berbentuk empat persegi panjang. Dengan total ketinggian 33 meter dari permukaan tanah Elemen interior gereja ini juga mengadopsi filosofi Batak mulai dari dinding, tangga altar, beberapa perabot, profil dinding dan sebagainya. Gereja ini posisinya tepat berada di pesisir Danau Toba ini. Ia berhadap-hadapan dengan Danau Toba dan juga perbukitan.

Arsitektur

Bangunan Gereja St. Mikael ini adalah buah karya Pastor Leonardus Egidius Joosten OFMCap. Ketua Lembaga Pusaka Karo sekaligus penutur sejarah Batak saat bertugas di Paroki Pangururan. Arsitektur gereja inkulturasi ini juga menyerap tentang filosofi rumah adat batak yang melambangkan tiga lapisan kosmos orang Batak atau “tri tunggal banua” ‘dunia’. Tiga lapisan ini terdiri dari banua ginjang ‘dunia atas’, banua tonga ‘dunia tengah’, dan banua toru ‘dunia bawah’.

Dunia atas dilambangkan pada bagian atap Gereja St Mikael yang sengaja tidak dibuat loteng atau penyekat. Hal ini melambangkan sikap yang mengarah ke atas kepada Allah. Ketinggian ujung atap bagian depan dan belakang juga berbeda. Dalam filosofi orang Batak, hal ini bermakna sebuah harapan di mana anak yang datang kemudian harus lebih baik. Sebagai orang beriman Kristiani, hal ini juga dapat dimaknai, iman manusia kepada Allah akan terus berkembang semakin baik dari waktu ke waktu. Gereja St Mikael ini juga dibangun menghadap ke Pusuk Buhit. Dimana Pusuk Buhit adalah tempat awal mula orang Batak. “Dengan mengarah ke Pusuk Buhit, ini mengarahkan kita kepada Yang Ilahi".

Ukiran elemen batak

Sedangkan di bagian tengah, adalah tempat di mana manusia berdoa. Ruangan gereja ini hadir tanpa sekat dengan plafon tinggi yang langsung menyatu dengan atap bangunan. Persis dengan rumah Adat Batak, gereja ini juga memiliki balkon pada bagian depan. Dalam adat Batak Toba, balkon ini biasanya digunakan untuk tempat para pargoncci (pemusik gondang sabangunan) ketika pesta adat berlangsung.

Bagian Bawah, Ruang ini semacam basement yang kini dimanfaatkan sebagai museum pusaka Batak Toba. berbagai benda-benda kuno masyarakat Batak Toba tersimpan di bagian bawah gereja.

Gereja Inkulturasi

Pada bidang-bidang vertikal elemen-elemen interior, khususnya pada ditampilkan berbagai ornamen  khas Batak Toba. Antara lain pada dinding, tangga altar, beberapa perabot, profil dinding dan sebagainya. Di masing-masing tiang terdapat ukiran yang melambangkan 14 peristiwa Jalan Salib. Sementara itu, di bagian depan interior gereja, terdapat altar yang dihiasi dengan lukisan-lukisan bercorak Batak.

Warna yang dipakai dalam ornamen ukiran yaitu merah, hitam, dan putih juga merupakan warna mistis yang selalu dipakai dalam budaya Batak. Warna merah melambangkan kehidupan, hitam itu sesuatu yang gelap, dan putih melambangkan sesuatu yang suci. Ukiran boraspati yang fisiknya mirip cicak. Ia adalah lambang kemakmuran dalam adat Batak Toba. Begitu juga dengan ornamen-ornamen yang diukir mendetail.

Tangga masuk

Gereja ini tidak hanya mengadopsi fisik rumah adat Batak Toba, namun juga nilai-nilai budaya di dalamnya. Di dalam setiap simbol yang dibuat, sekaligus menyiratkan nilai-nilai iman Kristiani.Salah satu yang langsung jelas terlihat adalah ukiran Yesus dan Ekaristi yang terdapat di bagian depan gereja ini. Pada bagian lebih atas, terdapat juga ukiran St Mikael pelindung Paroki Pangururan. Masih di bagian depan, terdapat juga ukiran empat pengarang Injil. Di samping kiri dan kanan Gereja St Mikael terdapat relief kisah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Akses Lokasi

Untuk menuju ke Gereja Inkulturasi St. Mikael ini dapat ditempuh dari dua arah, satu dari Tele dan satu dari arah Simanindo - Ambarita - Tomok. Apabila dari Tele, setelah melewati jembatan tano ponggol akan bertemu perempatan jalan besar, ambil ke kanan melalui jalan Tele-Pangururan, kemudian ambil jalan ke Jalan Sisingamangaraja, kemudian ambil ke jalan Putri Lopian, Gereja St. Mikael berada di Jalan Putri Lopian.
Apabila berkendara dari arah Simanindo - Ambarita - Tomok, Saat memasuki Kota Pangururan, ambil jalan ke Jalan Sisingamangaraja, kemudian ambil ke jalan Putri Lopian, Gereja St. Mikael berada di Jalan Putri Lopian.

Kordinat Lokasi

2°36'10.4"N 98°42'04.3"E

0 komentar :

Posting Komentar