Petualangan di Ujung Timur Pulau Jawa: Api Biru dan Sunrise di Puncak Gunung Ijen
Beberapa hari sebelum keberangkatan, saya dan tiga teman dekat—Dika, Topan, dan Ardi—merencanakan perjalanan yang sudah lama kami impikan: menuju ujung timur Pulau Jawa, tepatnya ke Banyuwangi. Tujuan utama kami adalah menyaksikan api biru yang legendaris di Gunung Ijen dan menikmati sunrise yang memukau di puncaknya. Selain itu, kami juga ingin mengeksplorasi Taman Nasional Baluran yang terkenal dengan sabana luasnya. Semuanya penuh semangat, dan tak sabar menunggu petualangan dimulai.
Perjalanan Dimulai: Semarang ke Yogyakarta
Perjalanan kami dimulai dengan melaju dari Semarang pada malam hari. Kami mengendarai motor, melewati raya yang relatif sepi, diterangi lampu jalan yang panjang. Di sepanjang perjalanan, tawa dan cerita lucu mengalir begitu saja, dari obrolan tentang destinasi yang akan kami tuju, hingga kenangan masa lalu yang selalu membuat kami tertawa. Namun, begitu kami memasuki daerah Ambarawa, hujan deras tiba-tiba mengguyur. Dalam hitungan detik, jalanan menjadi licin dan kami segera mencari tempat berteduh. Kami berlabuh di Indomaret, membeli jas hujan plastik sekali pakai yang terlihat lebih besar daripada tubuh kami. Masing-masing dari kami mengenakan jas hujan, meski tampak lucu karena jas hujan itu kebesaran.
puncak ijen |
"Hujan gini, perjalanan malah jadi seru!" kata Dika sambil menepuk jas hujan yang kebesaran di tubuhnya. Kami semua tertawa, meskipun sebenarnya mulai merasa sedikit kedinginan. Setelah beberapa saat, hujan akhirnya reda dan kami melanjutkan perjalanan. Kami sampai di Yogyakarta sekitar pukul 11 malam, lelah namun tetap penuh semangat. Kami memutuskan untuk menginap semalam di rumah keluraganya Topan, hanya untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan ke Banyuwangi.
Kereta Menuju Banyuwangi
Keesokan harinya, setelah sarapan, kami langsung menuju Stasiun Lempuyangan Yogyakartavuntuk melanjutkan perjalanan ke Banyuwangi dengan kereta. Perjalanan kereta terasa menyenangkan di awal—kami bisa duduk dengan nyaman, sambil menikmati pemandangan yang berubah menjadi hijau dan pegunungan. Namun, beberapa jam kemudian, kebosanan mulai merayap.
"Gimana kalau kita jalan-jalan keliling gerbong?" usul Topan yang sudah mulai bosan. Kami pun setuju, dan mulai berjalan menyusuri gerbong kereta yang panjang. Kami berbincang dengan penumpang lain, melihat-lihat pemandangan luar yang mulai dipenuhi pepohonan hijau, dan tentu saja, menghabiskan waktu dengan berbicara tentang rencana perjalanan yang semakin mendekat.
Stasiun Lempuyangan |
Setiap kali kereta berhenti di stasiun, kami tidak melewatkan kesempatan untuk keluar dan membeli makanan ringan di warung sekitar stasiun. Cemilan-cemilan itu mengusir kebosanan dan membuat suasana semakin hangat. Tidak ada yang lebih menyenangkan selain kebersamaan di perjalanan panjang ini.
Jalan setapak |
Tiba di Banyuwangi sekitar pukul 09 malam, kami melanjutkan perjalanan menuju rumah singgah milik Mas Rahmad, yang sudah kami hubungi sebelumnya. Begitu tiba, Mas Rahmad menyambut kami dengan senyum lebar, seolah tahu betapa lelahnya kami setelah perjalanan panjang.
Kami berbincang-bincang tentang perjalanan yang akan kami lakukan, berbagi cerita tentang rute yang akan kami tempuh, dan tak lupa mendengarkan sedikit tips dari Mas Rahmad mengenai Kawah Ijen. Malam itu, kami bersantai dengan makan malam ringan dan cerita-cerita seru, sebelum akhirnya beristirahat untuk mempersiapkan pendakian malam nanti.
Menuju Kawah Ijen: Petualangan Dimulai
Jam menunjukkan pukul 00:00, dan saatnya untuk melanjutkan petualangan. Kami menyiapkan diri untuk berangkat ke Kawah Ijen. Mas Rahmad memberi pesan, "Jangan dipaksakan, kalau capek atau ngantuk, istirahat sebentar. Jangan dipaksakan." Dengan motor sewaan dari Mas Rahmad, kami pun berangkat, merasakan ketegangan yang mulai membangun seiring dengan jarak yang semakin jauh.
Jalanan menuju Ijen semakin gelap dan sunyi. Hanya ada suara mesin motor kami yang memecah keheningan malam. Masing-masing dari kami mulai merasakan ketegangan. Namun, rasa penasaran untuk melihat api biru dan menikmati suasana malam di Gunung Ijen mengalahkan rasa lelah kami. "Ini udah dekat kan?" tanya Ardi sambil melihat sekeliling, mencoba memastikan arah. "Harusnya sih sudah," jawab saya, meskipun saya pun sedikit ragu. Kami sudah cukup jauh dari peradaban, dan hanya ada jalanan gelap yang membentang di depan.
asap belerang |
Kami terus melaju, dan bau belerang mulai tercium di udara—tanda bahwa kami sudah semakin dekat dengan Kawah Ijen. Setiap kali angin berhembus, bau belerang semakin kuat, menambah rasa cemas namun juga excited. "Kita sudah dekat, guys," kata Dika, menahan napas untuk menghindari bau yang semakin menyengat.
Akhirnya, setelah perjalanan panjang dan melelahkan, kami tiba di kawasan Ijen. Jalanan semakin curam dan menantang, memaksa kami untuk lebih berhati-hati. Kami mulai menuruni bukit curam menuju sumber api biru. Beberapa kali, kami terpeleset di jalan yang licin, tapi semangat kami tetap membara.
Api Biru dan Sunrise yang Mengagumkan
Setelah beberapa menit berjalan, akhirnya kami tiba di lokasi api biru yang legendaris. Keindahan api biru yang menyala terang di kegelapan malam membuat kami terpesona. "Kalian lihat itu? Luar biasa!" kata Topan, wajahnya bersinar karena kagum.
Kami segera mengabadikan momen itu dengan kamera, meskipun kami tahu, tidak ada foto yang bisa benar-benar menangkap keindahan alam ini. Suasana magis itu begitu kuat, membuat kami merasa seolah-olah berada di dunia lain.
Api biru |
Setelah puas berfoto, kami mulai naik kembali ke puncak, melewati jalan setapak yang terjal dan berbatu. Setiap langkah terasa lebih berat, namun kami tidak mau menyerah begitu saja. Sampai di puncak, kami disambut oleh pemandangan sunrise yang luar biasa indah. Matahari perlahan muncul di balik gunung-gunung yang mengelilingi kami, menerangi dunia dengan warna oranye yang menawan. "Ini pemandangan yang nggak akan pernah gue lupain," kata Dika, matanya berbinar menikmati keindahan alam di depan kami.
Perjalanan Kembali dan Kecelakaan yang Tak Terduga
Setelah puas menikmati sunrise, kami memutuskan untuk turun kembali. Dua teman saya, Ardi dan Topan, memilih untuk turun lebih dulu menuju Paltuding. Ketika kami sampai di bawah, tak terduga—kami bertemu lagi dengan mereka di rumah bundar, tengah menikmati sepiring pisang goreng hangat yang dibeli di sana.“Eh, lo nggak bilang sih kalau ada pisang goreng enak di sini,” kata Ardi, sambil mencicipi gorengan yang masih hangat itu.
di puncak ijen |
Namun, kebahagiaan kami tidak bertahan lama. Saat kami hendak meninggalkan Kawah Ijen dan menuju Paltuding, Dika dan Topan mengalami kecelakaan kecil. Motor mereka tergelincir keluar jalur karena mereka sudah terlalu lelah dan mengantuk. Untungnya, keduanya hanya mengalami luka lecet kecil. "Ah, capek banget," kata Topan dengan napas terengah-engah. "Nggak terasa banget kalau sudah segini lelahnya."
Kami segera menolong mereka, memastikan keduanya baik-baik saja, dan kembali ke rumah singgah untuk beristirahat sejenak. Sesampainya di sana, kami mengobati luka kecil mereka dan menghabiskan waktu untuk bersantai, sebelum melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya.
-part selanjutnya disini-
0 komentar :
Posting Komentar