Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912–1926
Ketika membicarakan sejarah pergerakan Indonesia, seringkali kita hanya mengingat tokoh besar: Soekarno, Hatta, atau Sjahrir. Namun, buku Zaman Bergerak karya sejarawan Jepang Takashi Shiraishi mengajak kita melihat dari sisi berbeda: suara rakyat kecil di Jawa yang bergerak, marah, dan menantang kolonialisme antara tahun 1912 hingga 1926.
Inilah periode ketika organisasi modern lahir, radikalisme tumbuh, dan benih revolusi ditanam.
![]() |
| Zaman Bergerak |
Bab I – Lahirnya Sarekat Islam (1912)
Awalnya, Sarekat Islam hanya organisasi pedagang batik. Namun, dengan cepat berubah menjadi gerakan massa rakyat terbesar kala itu. untuk pertama kalinya rakyat kecil—petani, buruh, pedagang—merasakan punya wadah politik bersama.
Bab II – Politik Rakyat dan Elit Priyayi
Shiraishi menunjukkan ketegangan antara elit priyayi yang ingin tetap moderat dan rakyat bawah yang menuntut perubahan lebih cepat. konflik internal ini memperlihatkan wajah asli politik kolonial: selalu ada tarik-menarik antara kepentingan rakyat dan elit.
Bab III – Munculnya Radikalisme
Dari Sarekat Islam lahirlah faksi-faksi radikal yang berani menantang Belanda. Rakyat mulai membicarakan “kemerdekaan” dengan lebih terbuka. radikalisme ini bukan sekadar ide impor dari luar negeri, tapi tumbuh dari pengalaman nyata rakyat menghadapi penindasan.
Bab IV – Lahirnya PKI dan Gerakan Sosial
Awal 1920-an, Partai Komunis Indonesia (PKI) berkembang pesat dengan basis buruh dan tani. Gerakan rakyat semakin terorganisir, menuntut perubahan radikal. inilah momen ketika gerakan rakyat benar-benar menantang kekuasaan kolonial secara frontal.
Bab V – Pemberontakan 1926
Puncaknya adalah pemberontakan rakyat yang dipimpin PKI pada 1926. Meski akhirnya ditumpas Belanda, perlawanan ini menunjukkan betapa besar keberanian rakyat kecil Jawa. kegagalan pemberontakan bukan berarti kegagalan sejarah—justru menjadi tonggak penting lahirnya pergerakan nasional yang lebih luas.
Bab VI – Warisan Zaman Bergerak
Meski banyak tokoh ditangkap atau dibuang ke Digul, benih perlawanan sudah tertanam. Zaman bergerak meninggalkan warisan penting: rakyat kecil kini sadar bahwa mereka punya kekuatan politik. dari sinilah lahir kesadaran nasional yang kelak mengantarkan Indonesia menuju kemerdekaan.
