Sayap-Sayap Patah – Cinta, Luka, dan Kebebasan dalam Karya Abadi Kahlil Gibran
Kahlil Gibran dikenal luas lewat Sang Nabi, tetapi sebelum itu ia menulis kisah yang begitu personal dan emosional: Sayap-Sayap Patah. Buku ini bukan sekadar novel, melainkan prosa puitis yang sarat dengan kisah cinta, kritik sosial, dan pergulatan batin manusia.
Cerita ini mengisahkan cinta pertama Gibran yang murni dan indah, namun harus hancur oleh tradisi, kekuasaan, dan kemunafikan.
![]() |
| Sayap-Sayap Patah |
Isi & Poin Penting Tiap Bab
Bab 1–3: Pertemuan dan Cinta Pertama
Narator (alter ego Gibran) bertemu seorang gadis cantik bernama Selma Karamy, putri seorang sahabat ayahnya. Pertemuan itu melahirkan cinta pertama yang tulus, murni, dan menggetarkan. Gibran menggambarkan Selma bukan hanya cantik secara fisik, tapi juga berjiwa luhur dan penuh kelembutan.
Bab 4–6: Bunga yang Layu di Tangan Tradisi
Cinta mereka tidak direstui. Selma dipaksa menikah dengan putra seorang uskup yang berkuasa, demi kepentingan politik dan harta keluarga. Di sini Gibran menyuarakan kritik keras terhadap kemunafikan agama, pernikahan yang diatur, dan ketidakadilan terhadap perempuan. cinta sejati sering dikorbankan demi kekuasaan dan keserakahan.
Bab 7–9: Pertemuan Rahasia dan Harapan yang Rapuh
Meski Selma telah menikah, ia dan sang narator tetap bertemu diam-diam. Mereka berbicara tentang cinta, kebebasan, dan penderitaan. Namun cinta mereka selalu dibayangi kesedihan, karena Selma terpenjara dalam rumah tangga tanpa cinta.
Bab 10–12: Tragedi Kehilangan
Selma akhirnya meninggal saat melahirkan anaknya. Sang narator kehilangan cinta pertamanya, seolah “sayapnya patah” dan tak bisa lagi terbang. Novel ditutup dengan kesadaran pahit: cinta sejati seringkali indah namun rapuh, dan dunia terlalu keras bagi jiwa yang murni.
