Madiun 1948: PKI Bergerak – Drama Pemberontakan yang Mengguncang Republik
September 1948, ketika Republik Indonesia yang baru lahir masih berjuang menghadapi Belanda, sebuah badai lain datang dari dalam negeri. Di Madiun, Partai Komunis Indonesia (PKI) memproklamasikan kekuasaan tandingan, menantang pemerintah pusat di Yogyakarta. Peristiwa ini menorehkan luka sekaligus menjadi salah satu bab paling dramatis dalam sejarah kita. Itulah yang ditelusuri Harry A. Poeze dalam bukunya Madiun 1948: PKI Bergerak.
Buku ini bukan sekadar catatan tentang pemberontakan, melainkan sebuah rekonstruksi detail bagaimana PKI bergerak, siapa tokoh-tokohnya, apa motivasi mereka, dan bagaimana akhirnya peristiwa itu ditumpas oleh TNI. Dengan gaya analitis tapi kaya kisah, Poeze menghadirkan gambaran utuh tentang “drama Madiun” yang kerap disederhanakan dalam buku sejarah sekolah.
![]() |
| Madiun 1948: PKI Bergerak |
Isi & Poin-Poin Menarik Tiap Bab
1. Latar Belakang Politik Pasca Kemerdekaan
Menggambarkan suasana RI pasca proklamasi: konflik internal, rapuhnya ekonomi, dan rivalitas politik antara kelompok nasionalis, Islam, dan komunis.
2. Kebangkitan PKI Pasca 1945
Menelusuri bagaimana PKI bangkit kembali setelah dihantam Belanda pada 1926. Tokoh seperti Musso membawa ide “jalan baru” yang radikal untuk revolusi Indonesia.
3. Menuju Krisis: Gesekan dengan Pemerintah
Bab ini menggambarkan memanasnya hubungan antara PKI, kelompok sayap kiri, dan pemerintah RI. Ketidakpuasan buruh, perwira TNI, serta propaganda ideologi komunis menjadi bara dalam sekam.
4. Madiun: Proklamasi dan Gerakan PKI
Puncaknya terjadi di September 1948 ketika PKI memproklamasikan “Republik Soviet Indonesia” di Madiun. Bab ini penuh drama tentang perebutan kota, agitasi massa, hingga terbentuknya pemerintahan tandingan.
5. Penumpasan oleh TNI
Pemerintah merespons cepat. Soekarno menyerukan rakyat memilih: ikut PKI atau tetap bersama Republik. Tentara dipimpin Kolonel Sungkono dan Kolonel Gatot Subroto bergerak, dan pemberontakan dihancurkan dalam hitungan minggu.
6. Akhir Perlawanan & Dampaknya
Musso tewas, Amir Sjarifoeddin ditangkap dan dieksekusi, dan PKI kembali dibungkam. Namun peristiwa ini meninggalkan trauma politik yang panjang, menjadi “hantu” yang terus menghantui politik Indonesia hingga 1965.
