Jaman Bergerak di Hindia Belanda: Mosaik Pergerakan Tempo Doeloe
Buku Jaman Bergerak di Hindia Belanda karya Edi Cahyono adalah semacam jendela kecil menuju suasana Hindia Belanda pada awal abad ke-20, masa ketika rakyat dan organisasi mulai “bergerak” menantang kolonialisme. Tidak hanya mengisahkan tokoh-tokoh besar, buku ini menyajikan mosaik bacaan dari berbagai peristiwa, tokoh, hingga organisasi yang menjadi motor pergerakan rakyat.
![]() |
| Jaman Bergerak di Hindia Belanda |
Mari kita lihat isi tiap bab dan poin menariknya.
Bab 1 – Bayangan Kolonial dan Surakarta yang Berubah
Kehidupan Surakarta yang dahulu menjadi pusat budaya Jawa mengalami transformasi. Sistem tradisional lungguh (tanah untuk pejabat) dihapuskan, desa-desa diatur dengan administrasi modern, dan rakyat mulai diberi hak atas tanah. Pujangga seperti Ranggawarsita kehilangan pamor, sementara sistem kolonial semakin menancapkan kekuasaan. kita melihat bagaimana kolonialisme mengubah bukan hanya ekonomi, tapi juga struktur budaya Jawa.
Bab 2 – Sarekat Islam: Dari Batik ke Politik
Awalnya Sarekat Dagang Islam (1911) lahir di Solo untuk melawan pencurian kain batik dan membela pedagang pribumi dari dominasi Cina. Namun, hanya dalam hitungan tahun, organisasi ini berubah menjadi Sarekat Islam (SI), wadah besar yang mengorganisasi rakyat dalam skala nasional. SI adalah organisasi rakyat pertama yang membuat pemerintah kolonial benar-benar khawatir.
Bab 3 – Politik Baru dan Volksraad
Setelah Perang Dunia I, lahirlah lembaga Volksraad (Dewan Rakyat). Banyak tokoh bumiputra masuk ke dalamnya, seperti wakil Sarekat Islam dan Budi Utomo. Meskipun kewenangannya terbatas, Volksraad menjadi tempat lahirnya perdebatan politik modern: tentang pajak, pendidikan, hingga kemerdekaan. inilah titik awal “politik modern” Indonesia, ketika organisasi rakyat mulai berbicara dengan bahasa parlementer.
Bab 4 – 1917–1920: Zaman Bergerak
Masa ini disebut Edi Cahyono sebagai “zaman bergerak”. Perang Dunia I membawa krisis ekonomi, harga-harga naik, dan rakyat semakin tertekan. Dari sinilah muncul radikalisasi: pemogokan buruh kereta api, protes petani, hingga lahirnya partai-partai politik yang lebih berani. suasana ini sangat hidup—seakan seluruh Hindia berdenyut dengan semangat perubahan.
Bab 5 – Mosaik Gerakan: Dari Islam, Nasionalisme, hingga Sosialisme
Gerakan politik rakyat tidak tunggal. Ada jalur Islam lewat SI, jalur nasionalisme lewat Budi Utomo dan Indische Partij, serta jalur sosialisme-komunisme lewat ISDV (kemudian PKI). Semua saling tarik-menarik, kadang bekerja sama, kadang berseteru. kita melihat betapa kaya spektrum ideologi pergerakan di Indonesia kala itu.
Bab 6 – Penutup: Refleksi Zaman Bergerak
Buku ini menutup dengan gambaran betapa “zaman bergerak” adalah fase penting. Rakyat mulai bersuara, organisasi rakyat lahir, dan ide-ide besar seperti nasionalisme, sosialisme, dan Islam progresif menjadi bagian dari denyut politik. buku ini mengingatkan kita bahwa kemerdekaan tidak lahir tiba-tiba pada 1945, melainkan hasil “pergerakan” panjang sejak awal abad ke-20.
