Indonesia Menggugat

Indonesia Menggugat – pidato pembelaan Bung Karno di pengadilan kolonial Belanda (1930). 


Pada tahun 1930, sebuah ruang pengadilan di Bandung menjadi saksi lahirnya salah satu pidato paling bersejarah dalam perjuangan bangsa: Indonesia Menggugat. Bung Karno, saat itu pemimpin muda Partai Nasional Indonesia (PNI), berdiri bukan sekadar sebagai terdakwa, melainkan sebagai penyambung suara jutaan rakyat Indonesia yang ditindas kolonialisme.


Penyambung Lidah Rakyat Indonesia


 Isi & Poin-Poin Menarik dari Buku

1. Latar Belakang Sidang

Bung Karno ditangkap Belanda karena aktivitas politiknya di PNI. Tuduhannya: “menghasut rakyat, mengganggu ketertiban umum, dan merongrong pemerintah kolonial.” Alih-alih membela diri secara pribadi, ia mengubah ruang sidang menjadi panggung perjuangan bangsa.

2. Kolonialisme sebagai Biang Penderitaan

Dalam pidatonya, Bung Karno mengupas dengan data dan fakta: Kemiskinan yang merajalela di desa-desa. Rakyat diperas melalui tanam paksa, pajak, dan monopoli dagang. Pendidikan yang sangat terbatas untuk pribumi. Ia menyebut kolonialisme sebagai sumber penderitaan struktural, bukan sekadar masalah individu.

3. Kebangkitan Nasional sebagai Jawaban

Bung Karno menegaskan bahwa perlawanan rakyat tidak lahir tiba-tiba, melainkan bagian dari proses panjang. Dari Sarekat Islam, Budi Utomo, hingga lahirnya PNI – semua menunjukkan bahwa kesadaran bangsa mulai bangkit. Bagian ini penuh optimisme: meski Belanda berusaha menekan, “api dalam sekam” tak bisa dipadamkan.

4. Indonesia Harus Merdeka!

Inilah inti pidato: kemerdekaan adalah hak mutlak setiap bangsa. Bung Karno menolak keras pandangan kolonial bahwa Indonesia “belum siap” merdeka. Dengan lantang ia berkata bahwa hanya dengan kebebasan, bangsa ini bisa berdiri bermartabat.

5. Pidato yang Mengguncang Dunia

Pidato ini tidak hanya mengguncang pengadilan, tapi juga menyebar ke seluruh penjuru Indonesia dan bahkan luar negeri. Bagi rakyat, Indonesia Menggugat menjadi suluh harapan. Bagi Belanda, ini adalah “bom ideologi” yang tak bisa dipadamkan dengan penjara.


Hal-Hal Menarik dari Buku

1. Bahasa Bung Karno: lugas, berapi-api, tapi tetap logis dan penuh data. Membaca terasa seperti mendengarnya langsung berpidato.
2. Isi yang relevan: kritiknya tentang kemiskinan, pendidikan terbatas, dan ketidakadilan masih terasa dekat dengan kondisi bangsa hari ini.
3. Dokumen sejarah penting: bukan sekadar teks pidato, tapi juga bukti keberanian seorang pemimpin muda melawan kekuasaan kolonial.
4. Inspiratif: membakar semangat nasionalisme dan menyadarkan pembaca bahwa kemerdekaan diperjuangkan dengan darah dan kata-kata.

Seperti kata Bung Karno:

 “Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang bisa membikin secarik kain putih menjadi merah dan putih… maka selama itu kita tidak akan mau menyerah kepada siapa pun juga.”

Buku ini bukan hanya untuk sejarawan, tapi untuk siapa saja yang ingin menghidupkan kembali semangat kemerdekaan dalam diri.