Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450–1680, Jilid II: Jaringan Perdagangan Global
Jika Jilid I (Tanah di Bawah Angin) banyak menyoroti lingkungan, komoditas, dan kehidupan sosial budaya, maka Jilid II lebih menekankan pada dinamika ekonomi-politik, jaringan dagang internasional, dan dampaknya bagi masyarakat lokal.
![]() |
| Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450–1680, Jilid II: Jaringan Perdagangan Global |
Isi & Poin Penting Jilid II
Bab 1 – Dinamika Perdagangan Internasional
Reid menggambarkan Asia Tenggara sebagai “mata rantai penting” dalam jaringan perdagangan dunia. Hubungan dagang dengan Cina (sutra, porselen), India (tekstile, koin), Timur Tengah (rempah & logam), hingga Eropa (perak dari Amerika Latin yang masuk lewat Manila).
Bab 2 – Rempah sebagai Komoditas Global
Cengkeh, pala, dan lada menjadi komoditas strategis yang memicu “demam rempah” di Eropa. Perebutan jalur rempah memunculkan intervensi asing, terutama Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris.
Bab 3 – Pengaruh Perdagangan pada Struktur Sosial
Masyarakat pesisir tumbuh kosmopolitan, sementara pedalaman tertinggal. Lahir kelas pedagang kaya pribumi dan perantara (Arab, India, Cina). Perbedaan tajam antara masyarakat “maritim” yang terbuka dengan pedalaman yang agraris.
Bab 4 – Perdagangan, Negara, dan Kekuasaan
Negara-negara pelabuhan seperti Aceh, Makassar, dan Banten memanfaatkan perdagangan untuk memperkuat kekuasaan politik. Tapi ketergantungan pada rempah juga membuat mereka rapuh saat intervensi asing semakin intensif.
Bab 5 – Intervensi Eropa & Awal Dominasi Kolonial
Eropa awalnya minoritas pedagang yang harus menyesuaikan diri dengan sistem lokal. Perlahan VOC (Belanda) dan EIC (Inggris) mulai menguasai jalur, memonopoli perdagangan, dan menekan kerajaan-kerajaan lokal. Inilah awal bergesernya “Age of Commerce” menuju era kolonial.
Bab 6 – Kemerosotan Abad ke-17
Perang dagang, blokade VOC, dan monopoli mengakibatkan runtuhnya banyak pelabuhan kosmopolitan. Aktivitas perdagangan merosot tajam menjelang 1680. Reid menutup jilid ini dengan menyebut bahwa “masa emas perdagangan bebas Asia Tenggara” berakhir digantikan oleh era kontrol kolonial.
