Aidit: Dua Wajah Dipa Nusantara

Ketika berbicara tentang sejarah politik Indonesia, nama D.N. Aidit selalu muncul sebagai tokoh yang kontroversial. Ia adalah Ketua Partai Komunis Indonesia (PKI) yang membawa partainya menjadi salah satu komunis terbesar di dunia di luar Uni Soviet dan Tiongkok. Namun, ia juga dianggap sebagai dalang tragedi nasional 1965 yang berujung pada kehancuran PKI.

Buku Aidit: Dua Wajah Dipa Nusantara menyingkap sisi ganda seorang Aidit—sebagai pemimpin revolusioner yang visioner sekaligus politikus yang sarat intrik.

Aidit: Dua Wajah Dipa Nusantara


Isi dan Hal-Hal Menarik Tiap Bab

Bab I – Jejak Awal

Aidit lahir di Belitung dan sejak muda menunjukkan kecerdasan serta semangat perlawanan. Ia pindah ke Batavia, bergabung dengan dunia aktivisme, dan mulai mengenal ideologi marxisme. Aidit sempat terjun ke dunia jurnalistik dan organisasi pemuda sebelum benar-benar fokus ke politik.

Bab II – Membangun PKI

Aidit bersama Njoto dan Lukman mereorganisasi PKI setelah kegagalan pemberontakan 1948. Dari partai kecil yang terpuruk, ia berhasil menjadikannya partai massa yang kuat dengan jutaan anggota. Aidit menguasai seni propaganda, dengan koran Harian Rakjat sebagai corong ideologi yang efektif.

Bab III – Wajah Revolusioner

Sebagai pemimpin ideologis, Aidit menekankan garis perjuangan revolusi rakyat, dengan dukungan petani dan buruh. Ia banyak menulis pidato dan esai tentang marxisme dalam konteks Indonesia. Aidit sering tampil sebagai orator ulung, menyihir massa dengan retorika perjuangan kelas.

Bab IV – Wajah Politik Praktis

Aidit juga lihai dalam politik. Ia mendekatkan diri dengan Soekarno, mendukung Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis), dan menempatkan PKI sebagai salah satu tiang utama kekuasaan. Ia mampu membuat PKI diterima dalam sistem politik formal, bahkan memiliki kursi di DPR dan posisi penting dalam organisasi massa.

Bab V – Intrik dan Hubungan Internasional

Aidit menjalin hubungan erat dengan Partai Komunis Tiongkok dan juga menjaga kontak dengan Uni Soviet. Namun, kedekatannya dengan Tiongkok membuatnya dicurigai sebagian militer Indonesia. Aidit sering bepergian ke luar negeri untuk menghadiri konferensi internasional, menjadikan dirinya salah satu tokoh komunis paling berpengaruh di Asia.

Bab VI – 1965: Malam Gelap Politik

Peristiwa G30S 1965 menjadi titik balik. Aidit dituduh sebagai dalang, meski hingga kini sejarah masih diperdebatkan. Setelah tragedi itu, PKI dibubarkan, anggotanya diburu, dan Aidit melarikan diri. Aidit akhirnya tertangkap di Jawa Tengah dan dieksekusi tanpa pengadilan pada November 1965.

Bab VII – Warisan dan Kontroversi

Buku ini menutup dengan refleksi tentang Aidit. Ia dipandang sebagai tokoh revolusioner yang brilian, tetapi juga sebagai simbol kegagalan. Dua wajah Aidit pahlawan bagi sebagian, pengkhianat bagi yang lain—tetap membelah sejarah Indonesia. Hingga kini, nama Aidit masih tabu dibicarakan secara terbuka, tapi warisan politiknya tidak bisa dihapus begitu saja.