Abangan, Santri, Priyayi dalam Kebudayaan Jawa
Clifford Geertz, seorang antropolog budaya asal Amerika, menulis buku monumental Agama Jawa yang menyingkap wajah kompleks masyarakat Jawa. Bukan sekadar penelitian, karya ini menjadi potret hidup tentang bagaimana agama, tradisi, dan kebudayaan saling bertemu, bernegosiasi, bahkan berbenturan di tengah kehidupan masyarakat Jawa.
![]() |
| Agama Jawa |
Geertz membagi masyarakat Jawa dalam tiga kategori besar yang dikenal luas hingga kini:
1. Abangan – kelompok masyarakat yang mempraktikkan Islam bercampur dengan adat dan kepercayaan lokal.
2. Santri – kelompok yang menekankan ajaran Islam lebih ortodoks, dekat dengan pesantren dan ritual syariat.
3. Priyayi – kalangan birokrat, bangsawan, dan pegawai negeri yang lebih dekat dengan tradisi feodal Jawa dan pengaruh Hindu-Buddha, serta menekankan etika dan status sosial.
Dari sinilah Geertz membedah agama bukan sekadar sebagai doktrin, melainkan sebagai bagian hidup sehari-hari, lengkap dengan ritual, simbol, dan makna sosialnya.
Isi dan Hal Menarik Tiap Bab
Bab I – Pendahuluan: Kerangka Teori
Geertz memaparkan bahwa agama tidak hanya ritual, tetapi juga sistem makna. Ia menekankan metode antropologi—melihat agama dari dalam kebudayaan, bukan hanya dari ajaran kitab. Menariknya: Geertz mengajak kita melihat agama seperti bahasa—punya tata cara, simbol, dan nilai yang hanya bisa dipahami kalau kita menyelaminya dari dalam.
Bab II – Struktur Sosial Jawa
Di bab ini, ia menggambarkan kehidupan masyarakat Jawa yang penuh hirarki: dari desa, birokrasi kolonial, hingga pengaruh keluarga bangsawan. Kita diajak masuk ke kehidupan desa Jawa tahun 1950-an, di mana ritual slametan, gotong royong, dan pengajian berjalan berdampingan dengan administrasi ala Belanda.
Bab III – Abangan
Abangan digambarkan dekat dengan ritual desa, slametan, dan kepercayaan animistik. Islam dipeluk dengan fleksibel, bercampur dengan adat lokal. Slametan bukan hanya makan bersama, tetapi simbol kebersamaan dan cara menjaga harmoni. Inilah "roh" masyarakat Jawa menurut Geertz.
Bab IV – Santri
Santri menekankan syariat Islam, pendidikan pesantren, dan jaringan ulama. Mereka menjadi penggerak Islamisasi Jawa yang lebih "murni". Santri digambarkan bukan hanya religius, tetapi juga aktif dalam ekonomi perdagangan dan pergerakan politik modern.
Bab V – Priyayi
Priyayi, kalangan pegawai negeri dan bangsawan, punya gaya hidup berbeda. Mereka menekankan alus (halus), etika, dan tata krama sebagai simbol status. Agama dipraktikkan dalam bentuk filsafat Jawa, meditasi, dan etika kehalusan, lebih dekat dengan tradisi Hindu-Buddha yang sudah berakar lama.
Bab VI – Agama dalam Kehidupan Sehari-hari
Geertz menguraikan bagaimana ketiga golongan ini hidup berdampingan—kadang harmonis, kadang penuh ketegangan. Perbedaan cara memahami agama menciptakan warna-warni budaya Jawa yang unik: satu desa bisa memiliki slametan ala abangan, pengajian santri, dan upacara priyayi sekaligus.
Bab VII – Kesimpulan
Geertz menutup bukunya dengan refleksi: agama Jawa adalah contoh nyata bagaimana agama menjadi "cara hidup". Agama tidak bisa dilepaskan dari sejarah, adat, politik, dan hubungan sosial. Buku ini tidak hanya bicara Jawa, tetapi juga menjadi kunci untuk memahami hubungan agama dan budaya di masyarakat lain di dunia.
