Istana Maimun

Istana Maimun: Kejayaan Kesultanan Deli yang Abadi di Medan


Istana Maimun adalah salah satu landmark paling ikonik di Kota Medan, Sumatera Utara. Sebagai warisan budaya yang kaya akan sejarah, istana ini tidak hanya menjadi simbol kejayaan Kesultanan Deli, tetapi juga merupakan destinasi wisata yang menarik bagi pengunjung yang ingin mempelajari lebih dalam tentang sejarah dan budaya Melayu di Indonesia. Dengan arsitektur megah yang menggabungkan berbagai pengaruh budaya, Istana Maimun menawarkan pengalaman yang unik dan mendalam bagi setiap pengunjungnya.

Sejarah dan Arsitektur Istana Maimun

Istana Maimun dibangun pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Al Rasyid, Sultan Deli ke-8, antara tahun 1888 hingga 1891. Pembangunan istana yang memakan waktu sekitar tiga tahun ini dirancang oleh arsitek Belanda, Majoor Theodoor van Erp. Van Erp dikenal karena kemampuannya menggabungkan berbagai elemen budaya dalam desainnya, yang mencakup pengaruh Melayu Deli, Islam, Spanyol, India, dan Italia. Namun, meskipun ada pengaruh Eropa dan Timur Tengah, desain istana tetap mempertahankan nuansa Islam yang kental.

Istana maimun

Istana ini berdiri di atas lahan seluas 2.772 meter persegi dengan dua lantai dan 30 ruangan. Bangunan istana terdiri dari tiga bagian utama: bangunan induk, sayap kiri, dan sayap kanan. Dominasi warna kuning dan hijau pada bangunan ini memberikan kesan mewah, sementara bentuk atapnya yang melengkung seperti perahu terbalik mencerminkan pengaruh arsitektur Timur Tengah, khususnya dari Persia.

Arsitektur asia timur

Pembangunan Istana Maimun tidak lepas dari visi besar Sultan Maimun Al Rasyid Perkasa Alamsyah, yang memerintah Kesultanan Deli pada akhir abad ke-19. Sultan Maimun dikenal sebagai sosok yang memiliki tekad untuk memperindah kerajaannya dan memperkenalkan unsur-unsur modern dalam arsitektur serta kebudayaan kerajaan. Keinginan Sultan Maimun untuk menciptakan sebuah istana yang megah dan mewah mencerminkan keinginan untuk menunjukkan kekuatan dan prestise kerajaan Deli di mata dunia. Nama "Maimun" sendiri dipercaya berasal dari nama permaisuri Sultan Maimun, Siti Maimunah, yang berperan penting dalam pembangunan istana ini.

Selasar Istana

Pada masa kejayaannya, Istana Maimun tidak hanya berfungsi sebagai kediaman resmi Sultan dan keluarganya, tetapi juga sebagai tempat untuk menerima tamu penting dan menjadi pusat acara adat kerajaan. Ruang utama, yang dikenal dengan nama Balairung Sri, adalah tempat dilaksanakannya upacara penobatan Sultan Deli. Di dalam istana, pengunjung dapat melihat berbagai koleksi peninggalan Kesultanan Deli, seperti kursi, meja, senjata tradisional, serta foto-foto keluarga kerajaan yang menggambarkan masa kejayaan sultan-sultan Deli.

Teras istana
Kini, Istana Maimun telah beralih fungsi menjadi museum yang terbuka untuk umum. Pengunjung tidak hanya dapat menikmati keindahan arsitektur istana, tetapi juga dapat menyaksikan koleksi bersejarah yang menggambarkan kejayaan Kesultanan Deli. Selain itu, pengunjung juga dapat menyewa pakaian adat kerajaan untuk berfoto di berbagai spot menarik di dalam istana, menjadikan pengalaman berkunjung semakin seru dan mendalam.

Singgasana

Menariknya, hingga saat ini, Sultan Deli ke-14, Tuanku Aji, masih berkuasa sebagai simbol budaya dan tradisi kerajaan Deli. Tuanku Aji naik tahta pada usia yang sangat muda, yakni 8 tahun, setelah ayahnya, Letkol Tito Otteman, meninggal dunia pada tahun 2005. Meskipun sekarang Istana Maimun lebih berfungsi sebagai museum dan objek wisata, Tuanku Aji tetap memegang peran penting sebagai simbol dari warisan budaya Kesultanan Deli yang terus dilestarikan.

Foto sultan deli

Salah satu daya tarik utama di Istana Maimun adalah Meriam Puntung, yang terletak di halaman depan istana. Meriam ini bukan hanya sebuah benda bersejarah, tetapi juga memiliki legenda yang sangat terkenal di kalangan masyarakat Medan. Konon, meriam ini adalah jelmaan dari Mambang Khayali, adik dari Putri Hijau, yang berubah menjadi meriam untuk mempertahankan kerajaan Deli dari serangan Raja Aceh. Meriam ini diyakini meletus tanpa henti hingga akhirnya pecah menjadi dua bagian, yang kemudian dikenal sebagai "Meriam Puntung". Legenda ini menambah kesan mistis yang mengelilingi Istana Maimun dan menjadikannya semakin menarik bagi para pengunjung.

Bangunan meriam puntung

Selain Meriam Puntung, Istana Maimun juga menyimpan berbagai koleksi seni dan artefak bersejarah lainnya, yang menggambarkan kehidupan kerajaan pada masa kejayaannya. Di dalam istana, pengunjung dapat melihat berbagai koleksi senjata tradisional, seperti keris, tombak, dan pedang, yang digunakan oleh para anggota kerajaan. Perabotan istana juga menggabungkan elemen budaya Melayu dan Eropa, menciptakan suasana yang sangat unik. Beberapa lukisan dan foto keluarga kerajaan yang dipamerkan memberikan gambaran tentang kehidupan di kerajaan pada masa lalu. Semua koleksi ini memberikan wawasan yang menarik bagi siapa saja yang tertarik dengan sejarah dan seni budaya Indonesia.

Meriam puntung

Istana Maimun dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara. Pada tahun 2010, pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang menetapkan Istana Maimun sebagai cagar budaya yang harus dijaga kelestariannya. Dengan pemeliharaan yang baik, Istana Maimun terus berfungsi sebagai destinasi wisata yang edukatif, memberikan wawasan sejarah kepada pengunjung dari seluruh dunia.

Akses Lokasi 

Istana Maimun terletak di Jalan Brigjen Katamso No. 66, Medan Maimun, sekitar 3 km dari pusat Kota Medan. Lokasi yang strategis membuat istana ini mudah diakses oleh para wisatawan yang ingin mengunjungi. Untuk menuju ke sana, pengunjung dapat menggunakan kendaraan pribadi, taksi, atau angkutan umum yang tersedia di sekitar kota.

prasati pembangunan

Istana Maimun membuka pintunya bagi pengunjung setiap hari, mulai pukul 08.00 hingga 17.00 WIB. Dengan harga tiket yang terjangkau, hanya Rp5.000 untuk anak-anak dan Rp10.000 untuk dewasa, siapa pun dapat menikmati keindahan dan sejarah yang ada di dalamnya. Tiket tersebut memberikan akses untuk menjelajahi berbagai ruangan istana, melihat koleksi peninggalan sejarah, serta berfoto dengan pakaian adat Melayu yang disewakan dengan harga antara Rp10.000 hingga Rp30.000, tergantung aksesoris yang dipilih.

Kordinat Lokasi

3°34'30.6"N 98°41'04.2"E

0 komentar :

Posting Komentar